LP TUMOR TULANG


PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Benjolan pada seseorang tidak selalu berkonotasi jelek. Bagi wanita, “benjolan di bagian dada” boleh jadi bisa menambah seksi, tetapi jika benjolan itu terdapat pada bagian tubuh yang tak semestinya, tentu harus diwaspadai, jangan-jangan itu merupakan pertanda awal terjadinya tumor tulang. Ada tiga macam tumor tulang yaitu yang bersifat lunak, ganas dan yang memiliki lesi di tulang (berlubangnya struktur karena jaringan akibat cedera atau penyakit). Selain itu ada yang bersifat primer dan skunder. Pada tumor tulang sekunder misalnya, seseorang terkena tumor payudara, kemudian menjalar ke tulang dan selanjutnya menggerogoti tulang tersebut. Kanker tulang ini merupakan kelompok tumor tulang yang ganas.
Keganasan tulang dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu tumor benigna dan maligna. Klasifikasi yang banyak digunakan untuk kedua jenis tumor ini adalah sebagai berikut :
1. Tumor Tulang Benigna
Kondrogenik: Osteokondroma, Kondroma
Osteogenik : Osteoid osteoma, Osteobalstoma, Tumor sel Giant
2. Tumor Tulang Maligna
Kondrogenik : Kondrosarkoma
Osteogenik : Osteosarkoma
Fibrogenik : Fibrosarkoma
Tidak jelas asalnya : Sarcoma Ewing
Menurut Errol untung hutagalung, seorang guru besar dalam Ilmu Bedah Orthopedy Universitas Indonesia, dalam kurun waktu 10 tahun (1995-2004) tercatat 455 kasus tumor tulang yang terdiri dari 327 kasus tumor tulang ganas (72%) dan 128 kasus tumor tulang jinak (28%). Di RSCM jenis tumor tulang osteosarkoma merupakan tumor ganas yang sering didapati yakni 22% dari seluruh jenis tumor tulang dan 31 % dari seluruh tumor tulang ganas. Dari jumlah seluruh kasus tumor tulang 90% kasus datang dalam stadium lanjut. Angka harapan hidup penderita kanker tulang mencapai 60% jika belum terjadi penyebaran ke paru-paru. Sekitar 75% penderita bertahan hidup sampai 5 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis. Sayangnya penderita kanker tulang kerap datang dalam keadaan sudah lanjut sehingga penanganannya menjadi lebih sulit. Jika tidak segera ditangani maka tumor dapat menyebar ke organ lain, sementara penyembuhannya sangat menyakitkan karena terkadang memerlukan pembedahan radikal diikuti kemotherapy.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat secara nyata dalam memberikan asuhan keperawatan dengan tumor tulang secara komprehensif di ruang Seruni RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo.
2. Tujuan khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian menyeluruh pada pasien tumor tulang
b. Mampu menganalisa dan menentukan masalah keperawatan pada pasien tumor tulang
c. Mampu melakukan intervensi dan implementasi untuk mengatasi masalah keperawatan yang timbul pada pasien tumor tulang
d. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan pada pasien dengan tumor tulang










TINJAUAN TEORI


A. DEFINISI
Tumor adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif dimana sel-selnya tidak pernah menjadi dewasa. Tumor tulang primer merupakan tumor tulang dimana sel tumornya berasal dari sel-sel yang membentuk jaringan tulang, sedangkan tumor tulang sekunder adalah anak sebar tumor ganas organ non tulang yang bermetastasis ke tulang.
Tumor tulang adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif, dimana sel-sel tersebut tidak pernah menjadi dewasa. Dengan istilah lain yang sering digunakan “Tumor Tulang”, yaitu pertumbuhan abnormal pada tulang yang bisa jinak atau ganas.

B. ETIOLOGI
Penyebab pasti terjadinya tumor tulang tidak diketahui. Akhir-akhir ini, penelitian menunjukkan bahwa peningkatan suatu zat dalam tubuh yaitu C-Fos dapat meningkatkan kejadian tumor tulang.
Radiasi sinar• radio aktif dosis tinggi
Keturunan•
Beberapa kondisi tulang• yang ada sebelumnya seperti penyakit paget (akibat pajanan radiasi ), (Smeltzer. 2001).

C. KLASIFIKASI
Klasifikasi neoplasma tulang berdasarkan asal sel.
1. Primer
a. Tumor yang membentuk tulang (Osteogenik)
Jinak : - Osteoid Osteoma
Ganas: - Osteosarkoma
- Osteoblastoma
- Parosteal Osteosarkoma, Osteoma
b. Tumor yang membentuk tulang rawan (Kondrogenik)
Jinak : - Kondroblastoma
Ganas : - Kondrosarkoma
- Kondromiksoid Fibroma
- Enkondroma
- Osteokondroma
c. Tumor jaringan ikat (Fibrogenik)
Jinak : - Non Ossifying Fibroma
Ganas : - Fibrosarkoma
d. Tumor sumsum tulang (Myelogenik)
Ganas : - Multiple Myeloma
Sarkoma Ewing
Sarkoma Sel Retikulum
e. Tumor lain-lain
Jinak : - Giant cell tumor
Ganas : - Adamantinoma
- Kordoma
2. Sekunder/Metastatik
3. Neoplasma Simulating Lesions
- Simple bone cyst
- Fibrous dysplasia
- Eosinophilic granuloma
- Brown tumor/hyperparathyroidism
Klasifikasi menurut TNM.
• T. Tumor induk
• TX tumor tidak dapat dicapai
• T0 tidak ditemukan tumor primer
• T1 tumor terbatas dalam periost
• T2 tumor menembus periost
• T3 tumor masuk dalam organ atau struktur sekitar tulang
• N Kelenjar limf regional
• N0 tidak ditemukan tumor di kelenjar limf
• N1 tumor di kelenjar limf regional
• M. Metastasis jauh
• M1 tidak ditemukan metastasis jauh
• M2 ditemukan metastasis jauh

D. FAKTOR RESIKO
Faktor pencetus tumor tulang yaitu factor genetika. Hal ini berdasarkan data dari sejumlah penelitian.

E. PATHOFISIOLOGI
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor. Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses destruksi atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal.. Pada proses osteoblastik, karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang baru dekat tempat lesi terjadi, sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang abortif.
Adanya tumor tulang

Jaringan lunak di invasi oleh tumor

Reaksi tulang normal

Osteolitik (destruksi tulang) Osteoblastik (pembentukan tulang)
destruksi tulang lokal Periosteum tulang yang baru dapat tertimbun dekat tempat lesi

Pertumbuhan tulang yang abortif


F. TANDA DAN GEJALA
1. Nyeri dan/ atau pembengkakan ekstremitas yang terkena (biasanya menjadi semakin parah pada malam hari dan meningkat sesuai dengan progresivitas penyakit)
2. Fraktur patologik
3. Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang terbatas
(Gale, 1999)
1. Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya pelebaran vena
2. Gejala-gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam, berat badan menurun dan malaise.
(Smeltzer., 2001)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis didasarkan pada riwayat, pemeriksaan fisik, dan penunjang diagnosis seperti CT, mielogram, asteriografi, MRI, biopsi, dan pemeriksaan biokimia darah dan urine. Pemeriksaan foto toraks dilakukan sebagai prosedur rutin serta untuk follow-up adanya stasis pada paru-paru. Fosfatase alkali biasanya meningkat pada sarkoma osteogenik. Hiperkalsemia terjadi pada kanker tulang metastasis dari payudara, paru, dan ginjal. Gejala hiperkalsemia meliputi kelemahan otot, keletihan, anoreksia, mual, muntah, poliuria, kejang dan koma. Hiperkalsemia harus diidentifikasi dan ditangani segera. Biopsi bedah dilakukan untuk identifikasi histologik. Biopsi harus dilakukan untuk mencegah terjadinya penyebaran dan kekambuhan yang terjadi setelah eksesi tumor., (Rasjad, 2003).











H. PATHWAY

Faktor resiko, keturunan, radiasi, tidak diketahui pasti

Etologi

Tumor tulang


Osteolitik Osteoblastik


Osteoporosis Pembedahan Penambahan massa tulang


Fraktur Nyeri Resiko infeksi Gangguan harga diri


Kerusakan mobilitas fisik Kurang pengetahuan


Sindrom deficit perawatan diri










I. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan tergantung pada tipe dan fase dari tumor tersebut saat didiagnosis. Tujuan penatalaksanaan secara umum meliputi pengangkatan tumor, pencegahan amputasi jika memungkinkan dan pemeliharaan fungsi secara maksimal dari anggota tubuh atau ekstremitas yang sakit. Penatalaksanaan meliputi pembedahan, kemoterapi, radioterapi, atau terapi kombinasi.
Osteosarkoma biasanya ditangani dengan pembedahan dan / atau radiasi dan kemoterapi. Protokol kemoterapi yang digunakan biasanya meliputi adriamycin (doksorubisin) cytoksan dosis tinggi (siklofosfamid) atau metrotexate dosis tinggi (MTX) dengan leukovorin. Agen ini mungkin digunakan secara tersendiri atau dalam kombinasi.
Bila terdapat hiperkalsemia, penanganan meliputi hidrasi dengan pemberian cairan normal intravena, diurelika, mobilisasi dan obat-obatan seperti fosfat, mitramisin, kalsitonin atau kortikosteroid, (Gale, 1999).
2. Tindakan keperawatan
a. Manajemen nyeri
Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi napas dalam, visualisasi, dan bimbingan imajinasi ) dan farmakologi ( pemberian analgetika ).
b. Mengajarkan mekanisme koping yang efektif
Motivasi klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka, dan berikan dukungan secara moril serta anjurkan keluarga untuk berkonsultasi ke ahli psikologi atau rohaniawan.
c. Memberikan nutrisi yang adekuat
Berkurangnya nafsu makan, mual, muntah sering terjadi sebagai efek samping kemoterapi dan radiasi, sehingga perlu diberikan nutrisi yang adekuat. Antiemetika dan teknik relaksasi dapat mengurangi reaksi gastrointestinal. Pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan sesuai dengan indikasi dokter.
d. Pendidikan kesehatan
Pasien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan tentang kemungkinan terjadinya komplikasi, program terapi, dan teknik perawatan luka di rumah.
(Smeltzer. 2001)

J. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Wawancara
Dapatkan riwayat kesehatan, proses penyakit, bagaimana keluarga dan pasien mengatasi masalahnya dan bagaimana pasien mengatasi nyeri yang dideritanya. Berikan perhatian khusus pada keluhan misalnya : keletihan, nyeri pada ekstremitas, berkeringat pada malam hari, kurang nafsu makan, sakit kepala, dan malaise.
b. Pemeriksaan fisik
Teraba• massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya pelebaran vena
Pembengkakan pada atau di atas tulang atau• persendian serta pergerakan yang terbatas
Nyeri tekan / nyeri lokal• pada sisi yang sakit
mungkin hebat atau dangkal
sering hilang dengan posisi flexi
anak berjalan pincang, keterbatasan dalam melakukan aktifitas, tidak mampu menahan objek berat
Kaji status• fungsional pada area yang sakit, tanda-tanda inflamasi, nodus limfe regional
c. Pemeriksaan Diagnostik
Radiografi, tomografi, pemindaian tulang, radisotop, atau biopsi tulang bedah, tomografi paru, tes lain untuk diagnosis banding, aspirasi sumsum tulang (sarkoma ewing).
(Wong, 2003)

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi
2. Koping tidak efektif berhubungan dengan rasa takut tentang ketidak tahuan, persepsi tentang proses penyakit, dan sistem pendukung tidak adekuat
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik berkenaan dengan kanker.
4. Gangguan harga diri karena hilangnya bagian tubuh atau perubahan kinerja peran
(Doengesm 1999)
Berduka berhubungan dengan kemungkinan kehilangan alat gerak
(Wong, 2003)

L. RENCANA INTERVENSI
Dx 1
Tujuan: klien mengalami pengurangan nyeri
KH :
Mengikuti aturan farmakologi yang• ditentukan
Mendemontrasikan penggunaan keterampilan relaksasi dan• aktifitas hiburan sesuai indikasi situasi individu.

Intervensi :
Kaji• status nyeri ( lokasi, frekuensi, durasi, dan intensitas nyeri )
R/ memberikan data dasar untuk menentukan dan mengevaluasi intervensi yang diberikan.
Berikan lingkungan yang nyaman, dan aktivitas hiburan (• misalnya : musik, televisi )
R/ meningkatkan relaksasi klien.
Ajarkan• teknik manajemen nyeri seperti teknik relaksasi napas dalam, visualisasi, dan bimbingan imajinasi.
R/ meningkatkan relaksasi yang dapat menurunkan rasa nyeri klien
Kolaborasi :
Berikan analgesik• sesuai kebutuhan untuk nyeri.
R/ mengurangi nyeri dan spasme otot
(Doenges, 1999)
Dx 2
Tujuan : Mendemonstrasikan penggunaan mekanisme koping efektif dan partisipasi aktif dalam aturan pengobatan
KH :
Pasien• tampak rileks
Melaporkan berkurangnya ansietas•
Mengungkapkan• perasaan mengenai perubahan yang terjadi pada diri klien
Intervensi :
Motivasi• pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan.
R/ memberikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa takut serta kesalahan konsep tentang diagnosis
Berikan lingkungan yang nyaman dimana• pasien dan keluarga merasa aman untuk mendiskusikan perasaan atau menolak untuk berbicara.
R/ membina hubungan saling percaya dan membantu pasien untuk merasa diterima dengan kondisi apa adanya
Pertahankan• kontak sering dengan pasien dan bicara dengan menyentuh pasien.
R/ memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri atau ditolak.
Berikan• informasi akurat, konsisten mengenai prognosis.
R/ dapat menurunkan ansietas dan memungkinkan pasien membuat keputusan atau pilihan sesuai realita.
(Doenges, 1999)
Dx 3
Tujuan : mengalami peningkatan asupan nutrisi yang adekuat
KH : penambahan berat badan, bebas tanda malnutrisi, nilai albumin dalam batas normal ( 3,5 – 5,5 g% )
Intervensi :
Catat asupan makanan setiap hari•
R/ mengidentifikasi kekuatan atau defisiensi nutrisi.
Ukur tinggi, berat badan, ketebalan kulit• trisep setiap hari.
R/ mengidentifikasi keadaan malnutrisi protein kalori khususnya bila berat badan dan pengukuran antropometrik kurang dari normal
Berikan diet TKTP dan asupan cairan adekuat.•
R/ memenuhi kebutuhan metabolik jaringan. Asupan cairan adekuat untuk menghilangkan produk sisa.
Kolaborasi :
Pantau hasil pemeriksaan• laboratorium sesuai indikasi.
R/ membantu mengidentifikasi derajat malnutrisi
(Doenges, 1999)
Dx 4
Tujuan : mengungkapan perubahan pemahaman dalam gaya hidup tentang tubuh, perasaan tidak berdaya, putus asa dan tidak mampu.
KH :
Mulai mengembangkan• mekanisme koping untuk menghadapi masalah secara efektif.
Intervensi :
Diskusikan• dengan orang terdekat pengaruh diagnosis dan pengobatan terhadap kehidupan pribadi pasien dan keluarga.
R/ membantu dalam memastikan masalah untuk memulai proses pemecahan masalah.
Motivasi pasien dan• keluarga untuk mengungkapkan perasaan tentang efek kanker atau pengobatan.
R/ membantu dalam pemecahan masalah
Pertahankan• kontak mata selama interaksi dengan pasien dan keluarga dan bicara dengan menyentuh pasien
R/ menunjukkan rasa empati dan menjaga hubungan saling percaya dengan pasien dan keluarga. (Doenges, 1999)
Dx. 5
Tujuan : Keluarga dan klien siap menghadapi kemungkinan kehilangan anggota gerak.
KH : Pasien menyesuaikan diri terhadap kehilangan anggota gerak
Mengalami peninggkatan mobilitas
Intervensi :
Lakukan• pendekatan langsung dengan klien.
R/ meningkatkan rasa percaya dengan klien.
Diskusikan kurangnya alternatif pengobatan.•
R/ memberikan dukungan moril kepada klien untuk menerima pembedahan.
Ajarkan• penggunaan alat bantu seperti kursi roda atau kruk sesegera mungkin sesuai dengan kemampuan pasien.
R/ membantu dalam melakukan mobilitas dan meningkatkan kemandirian pasien.
Motivasi dan libatkan pasien• dalam aktifitas bermain
R/ secara tidak langgsung memberikan latihan mobilisasi
(Wong, 2003)

M. EVALUASI
1. Pasien mampu mengontrol nyeri
a. Melakukan teknik manajemen nyeri,
b. Patuh dalam pemakaian obat yang diresepkan.
c. Tidak mengalami nyeri atau mengalami pengurangan nyeri saat istirahat, selama menjalankan aktifitas hidup sehari-hari
2. Memperlihatkan pola penyelesaian masalah yang efektif.
a. Mengemukakan perasaanya dengan kata-kata
b. Mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki pasien
c. Keluarga mampu membuat keputusan tentang pengobatan pasien
3. Masukan nutrisi yang adekuat
a. Mengalami peningkatan berat badan
b. Menghabiskan makanan satu porsi setiap makan
c. Tidak ada tanda – tanda kekurangan nutrisi
4. Memperlihatkan konsep diri yang positif
a. Memperlihatkan kepercayaan diri pada kemampuan yang dimiliki pasien
b. Memperlihatkan penerimaan perubahan citra diri
5. Klien dan keluarga siap intuk menghadapi kemungkinan amputasi


DAF
TAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda juall. 2001. Dokumentasi Asuhan Keperawatan Edisi 8. Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Doenges, E, Marilyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan keperawatan pasien. Edisi 3 . Jakarta : EGC.
Gole, Danielle & Jane Chorette. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. Jakarta : EGC.
Otto, Shirley E. 2003. Buku Saku Keperawatan Onkologi. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia & Loiraine M. Wilson. 1998. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Rasjad, Choiruddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar : Bintang Lamimpatue.
Sjamjuhidayat & Wim de Jong. 2005. Buku Ajar I
lmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Smeltzer & Brenda G. bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Vol III. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Wong, Donna. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.

LP dan Askep IHD (Ischaemic Heart Disease) ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN IHD (Ischaemic Heart Disease)



LAPORAN PENDAHULUAN IHD (Ischaemic Heart Disease)

A. Pengertian IHD (Ischaemic Heart Disease)
Yaitu penyakit jantung iskemik, keadaan berkurangnya pasokan darah pada otot jantung yang menyebabkan nyeri di bagian tengah dada dengan intensitas yang beragam dan dapat menjalar ke lengan serta rahang. Lumen pembuluh darah jantung biasanya menyempit karena plak ateromatosa. Jika pengobatan dengan obat-obatan vasodilator tidak berhasil, operasi bypass perlu dipertimbangkan.
Penyakit jantung iskemik adalah keadaan berbagai etiologi, yang semua mempunyai kesamaan ketidakseimbangan antara suplai dan tuntutan oksigen (Andrew Selwyn/Wugene Braunwald, 2002).

B. Anatomi Jantung
Jantung terletak dalam mediastinum di rongga dada, yaitu diantara ke-2 paru-paru. Pericardium yang meliputi jantung terdiri dari 2 lapisan, lapisan dalam (pericardium viseralis) dan lapisan luar pericardium parietalis). Kedua lapisan ini dipisahkan oleh sedikit cairan pelumas yang berfungsi mengurangi gesekan pada pompa jantung.
Jantung terdiri dari 3 lapisan: lapisan luar disebut epikardium lapisan tengah merupakan lapisan otot disebut miokardium, sedangkan lapisan terdalam yaitu lapisan endotel disebut endokardium.
Ruang jantung bagian atas, atrium, secara anatomi terpisah dari ruangan jantung sebelah bawah, atau ventrikel, oleh suatu anulus fibrosus. Ke-4 katub jantung terletak dalam cicin ini. Secara fungsional jantung dibagi menjadi alat pompa kanan dan kiri. Pembagian fungsi ini mempermudah konseptualisasi dari urutan aliran darah secara anatomi: vena cava, atrium kanan, ventrikel kanan, arteri pulmonalis, paru-paru, vena pulmonalis, atrium kiri, ventrikel kiri, aorta, arteria, arteriola, kapiler, venula, vena, vena kava.
Sebenarnya jantung memutar kekiri dengan apeks terangkat ke depan. Rotasi ini menempatkan bagian kanan jantung ke anterior di bawah sternum, dan bagian kiri jantung relatif ke posterior. Apeks jantung dapat dipalpasi di garis midclavicula pada ruang intercostals ke-4 atau ke-5.

C. Etiologi / Faktor Rejiko
Penyebab terbanyak iskamik jantung adalah berkurangnya pemasukan darah pada otot jantung yang disebabkan karena penyumbatan oleh thrombus pada arteria koronaria yang berpenyakit didaerah dekat plak aterosklerotik. Untuk contoh faktor resiko major IHD di Amerika adalah: peningkatan serum cholesterol dan hipertensi.
1. Faktor-faktor yang tak dapat dimodifikasi
a. Umur  paling banyak terjadi pada usia 65 tahun ke atas
b. Jenis kelamin  wanita lebih berpotensi karena dipandang dari faktor. Stress: peningkatan TD dan penggunaan obat KB.
c. Herediter
d. Ras
2. Faktor-faktor yang dapat dimodifikasi
a. Peningkatan serum lemak
b. Hipertensi
c. Merokok
d. Obesitas
e. Peningkatan serum kolesterol
f. Stress dalam kehidupan sehari-hari
g. Kurang olah raga
h. diabetes mellitus

D. Patofisiologi
Iskemik jantung terjadi karena permintaan oksigen jantung melebihi kemampuan arteri koronaria karena atherosclerosis. Meskipun muskulus skeletal hanya menyaring 20% dari oksigen yang tersedia dan mempertahankan cadangan, myocardium saat istirahat dapat menyaring 60% sampai 85% dari oksigen yang tersedia. Jika kebutuhan oksigen jantung tidak terpenuhi dari penyaringan maksimum, aliran darah coronaria akan meningkat melalui vasodilatasi dan peningkatan aliran rata-rata.
Pada seseorang dengan penyakit arteri coronaria (CAD) arteri koronarianya tidak mampu untuk berdilatasi untuk meningkatkan kebutuhan metabolismenya karena sudah terjadi dilatasi kronis yang melewati area yang mengalami obstruksi. Pada iskhemik atherosclerosis dapat terjadi, arteri biasanya 75% mengalami stenosis. Ditambah juga, penyakit jantung dapat menambah kesulitan aliran darah rata-rata. Ini menimbulkan kekurangan oksigen. Disamping stenosis atheroclerosis, kekurangan oksigen disebabkan karena spasme artery coronaria dan trombosis coronaria. Pada spasme artery coronaria sesak nafas dapat terjadi karena penyempitan dari arteri coronaria. Durasi dari spasme dibedakan menjadi,apakah micardium akan mengalami iskemik apa tidak.
Faktor lain yang bertanggung jawab untuk menggambarkan kebutuhan oksigen miokardial dan rendahnya pemasukan suplay oksigen, rendahnya volume darah adalah: obat-obat yang menyebabkan vasokontriksi dan aorta stenosis. Stimulasi catecholamine yang berlebihan, anemia, oxygen-hemoglobin yang tidak teratur, dan penyakit paru kronis dapat juga menyebabkan iskemik jantung.
Ventrikel kiri paling mungkin terjadi iskemik dan injury karena dia yang memenuhi permintaan oksigen miokardia paling tinggi dan yang memiliki tekanan sistem yang lebih tinggi. Iskemik menyebabkan ketidak fungsian LV secara sementara dalam peningkatan tekanan diastole LV. Ischemik juga menyebabkan peningkatan tekanan arteri pulmonary dan peningkatan tekanan jantung kanan.

E. Tanda dan Gejala
1. Tanda-tanda gangguan hemodinamik dan bendungan paru
2. Syok kardiogenik ditandai:
a. Hipotensi
b. Akral dingin
c. Bingung
d. Meningkatnya tekanan vena jugularis
e. Terdengar S3 / S4
f. Bising jantung sistolik  adanya regurgitasi mitral atau defek septum ventrikel.
3. Nyeri mirip pada angina tetapi lebih lama tidak berkurang dengan istirahat ataupun dengan obat.
4. Rasa luar
5. Banyak keringat dingin
6. Berdebar-debar
7. Sesak nafas
8. Mual dan muntah

F. Faktor Pemercepat
Faktor yang dapat mempercepat iskemik jantung dan nyeri angina adalah:
1. Olah raga dengan penggunaan peningkatan HR
Meningkatnya HR mengurangi waktu jantung mengeluarkan diastole yang merupakan waktu aliran darah coronaria yang paling besar. Berjalan diluar ruangan adalah yang paling sering terjadi mempercepat terjadinya serangan.
2. Emosi tinggi
Emosi yang tinggi menanggung sistem saraf simpatis dan meningkatkan kerja jantung.
3. Mengkonsumsi makanan yang sulit untuk dicerna
Ini akan dapat meningkatkan kerja jantung, selama proses perencanaan darah di alirkan ke sistem GI ini yang menyebabkan aliran darah di arteri coronaria menjadi rendah.
4. Suhu yang ekstrem tidak panas atupun dingin meningkatkan kerja dari jantung. Udara yang dingin menyebabkan peningkatan metabolisme untuk mempertahankan pengaturan suhu dalam tubuh.
5. Merokok cigarette menyebabkan vasokontriksi dan peningkatan Hb karena stimulasi nicotine dari catecholamine.
6. Kegiatan sexual meningkatkan kerja dari jantung dan pengaturan simpatik pada seorang yang iskhemik jantung, kerja dari jantung menjadi extra yang dapat mengakibatkan angina.
7. Obat perangsang seperti cocaine menyebabkan peningkatan HR dan permintaan oksigen dijantung menjadi meningkat.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah
a. Leukosit: meningkat (12.000 – 15.000 m3) merupakan reaksi non spesifik tehadap injury miokard. Tingginya leukosit sering diasosiasikan dengan luasnya infark.
b. Laju endap darah (LED) meningkat minggu pertama sesudah infark
c. Enzim serum/isoenzim meningkat pada waktu yang bervariasi
• (CPK-creatinin phosphokinase, SGOT, LPH-lactio dehidrogenase)
Tidak khas pada jantung karena juga terdapat pada organ lain terjadinya infark miokard dimana sel-sel kardial mati, maka komponen sel lepas ke dalam sirkulasi vaskuler.
• CPK-MB-naik dalam 4-6 jam, puncaknya 12-20 jam, kembali kenormal dalam 36-48 jam.
• LDH-naik dalam 12-24 jam, puncak 24-48 jam, memakan waktu 10-14 hari untuk kembali normal.
• AST (aspartabe amino tranferase) naik (non spesifik) 6-12 jam, puncak 24 jam. Kembali normal dalam 3-4 hari.
d. HBDH meningkat
e. Isoenzim yang lebih spesifik tioponin-T
2. Scanning dengan radiosotop dengan technetium 99 mm pyrophospate (biasanya berkumpul di daerah sel-sel iskemik yang melapisi nekrosis)
3. ventrikulografi: untuk melihat gangguan kontraksi miokard
4. Ekokardiografi dilakukan untuk memastikan dimensi ruang jantung pergerakan septum/dinding, dan konfigurasi/fungsi katus jantung.
5. EKG-dibuat secara seri atau perhari selama di iccu
a. Elevasi segmen ST pada daerah injury
b. ST depresi, T inverted pada daerah iskemik
c. Q wave pada daerah nekrose

H. Komplikasi
1. Aritmia sering timbul 24 jam pertama
a. Aritmia ventrikuler : PVC/VES premature ventricle contraction/ entricle extra systole
PVC/VES sering timbul pada iskemik jantung dan sering mendahului
VT (ventricle cachicardia) atau VF (ventricle fibrillation)
b. Aritmia supraventrikuler
1) Sinus takikardi – sering pada iskemik jantung dan berkaitan dengan adanya gagal jantung. Hipoksemia, nyeri, cemas, febris, hipovolemia atau akibat obat terapi ditujukan pada penyebab dasar.
2) Atrial flutter dan atrial fibrilastion (AF) juga dapat digunakan cardioversi 50-100 joule ataupun obat-obatan.
c. Bradikardia
Gangguan konduksi atrioventrikuler dalam bentuk AV block derajat I, II dan III. AV block dan perlu pemacu jantung sementara.
2. Hipertensi
3. Gangguan hemodinamik : gagal jantung kiri
4. Komplikasi mekanik
a. Perluasan iskemik
b. Regurgitasi mitral
c. Ruptur septum inter ventrikuler
5. iskemia berulang dan infark berulang
6. Komplikasi pericardial
a. Perikarditis akut
b. Oresster syndrome


I. Penatalaksanaan Medis
Pada prinsipnya iskemik diakibatkan karena Lumen pembuluh darah jantung biasanya menyempit karena plak ateromatosa.
1. Tujuan pengelolaan segera adalah mengurangi nyeri akibat iskemik, memberikan tambahan O2 dan mengenali serta mengobati komplikasi yang mengancam jiwa seperti hipotens edema paru, dan aritmia ventrikel.
a. Analgesia : kontrol adekuat dan nyeri akan mengurangi konsumsi oksigen dan katekolamin. Analgesia tersebut antara lain:
- Nitrogiliserin
- Morfin sulfat
- meperidin
b. Oksigen : O2 nasal 2-4 liter/m, bila ada gangguan pernafasan bisa dengan masker dan konsentrasi 60-100%.
2. Reperfusi
a. Terapi trombolisa, dapat melarutkan thrombus pada 60-90% pasien sehingga aliran darah koroner pulih. Tetapi ini optimal 4-6 jam setelah keluhan muncul. Obat yang tersedia adalah streptokinase.
b. PTCA (Percontaneous transluminal coronary angioplasky) melebarkan arteri dengan cara memasukkan balon kecil dan meniupnya.
c. Bedah pintas koroner
3. Cara lain mengurangi luasnya infark
Dengan obat kelompok beta bloker, misalnya propanolol, aterol, akan turun pemakaian O2 lewat penurunan nadi, kontraksi dan tekanan darah.
4. Pengobatan dengan antikoagulan dan anti platelet
- Heparin IV atau SC (12.000 IV/12 jam)
- Aspirin diberikan pada waktu rumah sakit dalam jangka panjang
5. Sedative – sering digunakan valium (benzodiazepin)
6. Diet dan bowel care
- Diet lunak 12.300 – 18.000 kalori, rendah garam, rendah kolesterol
- Menghindari minuman terlalu dingin dan terlalu panas
- Berpantang kafein
- Pemberian lasatif untuk pergerakan bowel melunakkan feses
7. semua penderita harus dirawat di ICCU, monitor EKG, pengunjung dibatasi di ICCU selama 2-3 hari, di intermediate 7-10 hari.


PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Data demografi, meliputi:
- Usia
- Jenis kelamin
- Ras
b. Riwayat kesehatan individu dan keluarga
1. Riwayat kesehatan individu secara umum sebelum sakit dan saat sakit sekarang
2. Pertumbuhan dan perkembangan
- Kelainan bawaan
- Pertumbuhan dan perkembangan anak
- Gangguan aktivitas
3. Riwayat penyakit keluarga
c. Diet
Kebiasaan makan berlemak, tinggi karbohidrat menyebabkan peningkatan colesterol dan trigliserida dalam darah yang berperan untuk timbulnya arteri sclerosis.
d. Status sosial ekonomi
- Riwayat pekerjaan
- Status ekonomi
e. Sosial budaya
- Olah raga akan menurunkan venous stasis
- Penggunaan obat
- Perokok  nicotin mengeluarkan cathecolamin yang mempunyai efek pada adrenegik nerve ending saraf simpatis menyebabkan vasokontriksi mempengaruhi HR dan TD meningkat  CO2 akan mengurangi kapasitas O2 yang berada di pembuluh darah mengakibatkan penambahan beban jantung.
f. Psikologis (cemas, takut , konsep diri)

2. NCP
Diagnosa, dan perencanaan
a. Nyeri akut ybd agen injury biologi
Tujuan:
- Klien dapat mencapai level nyaman
- Klien dapat mengontrol nyeri
- Klien dapat menyebutkan penyebab nyeri
Kriteria:
- Klien dapat mencapai level nyaman
Indikator Tidak ada Terbatas Sedang Sering Paling
- Melaporkan secara fisik sehat
- Melaporkan puas dapat mengontrol gejala
- Melaporkan seara psikologis baik
- Melaporkan puas dengan kontrol nyeri

- Klien dapat mengontrol nyeri
Indikator 1 2 3 4 5 Keterangan
- Menyebutkan faktor penyebab
- Menyebutkan durasi nyeri
- Menggunakan tindakan pencegahan
- Melaporkan gejala nyeri
- Melaporkan nyeri dapat dikontrol

- Klien dapat menyebutkan penyebabkan nyeri
Indikator Tidak ada Terbatas Sedang Sering Paling
- Melaporkan secara fisik sehat
- Melaporkan puas dapat mengontrol gejala
- Melaporkan secara psikologis baik
- Melaporkan puas dengan kontrol nyeri
Intervensi:
1) Manajemen nyeri
- Kaji kualitas nyeri PQRST
- Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
- Gunakan komuniksi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien
- Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
- Ajarkan tentang teknik non farmakologi (bio fedtack, tens, hipnotis, relaksasi, distraksi
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- Kolaborasi dengan dokter jika ada komplain dan tindakan nyeri tidak berhasil
2) Analgetik administration
- Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
- Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
- Berikan analagesik tepat waktu terutama saat nyeri, hebat sesuai program
- Cek riwayat alergi
- Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
- Tentukan pilihan analgesik, tergantung tipe dan beratnya nyeri
- Evaluasi efektifitas analgesik, tanda dan gejala
b. Intoleransi aktivitas ybd. Ketidakseimbangan antara suplai O2 dengan kebutuhan
Tujuan:
- Klien dapat toleran terhadap aktifitas
- Klien mampu memenuhi dalam batas normal


Kriteria:
- Klien dapat toleran terhadap aktifitas
Indikator 1 2 3 4 5 Keterangan
- Tekanan adalah setelah aktivitas
- Respirasi setelah aktifitas
- Nadi setelah aktifitas
- Palpitasi

- Klien mampu memenuhi dalam batas normal
Indikator Tergantung Bantuan alat Bantuan sedang Bantuan minimal Mandiri
- Makan
- Berpakaian
- Mandi
- Toileting
- Perawatan mulut
- Ambulasi : jalan

Intervensi:
1) Manajemen energi
- Memonitor intake nutrisi untuk menjamin sumber energi yang adekuat
- Memonitor pola tidur klien
- Bantu klien menentukan jadwal periode istirahat
- Kolaborasi dengan dokter untuk menentukan rencana therapy
2) Manajemen nutrisi
- Anjurkan intake kalori yang cocok dengan tipe tubuh dan gaya hidup
- Anjurkan untuk menambah intake makanan yang mengandung protein, zat gizi dan Vitamin C
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ybd ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan yang disebabkan oleh mual muntah.
Tujuan: Klien dapat mencapai status nutrisi normal
Indikator Sangat cukup Cukup Agak cukup Kurang cukup Tidak cukup
- Masukan nutrisi
- Masukan makanan dan minuman
- Energi
- Berat badan

Intervensi:
- Observasi pola makan/nutrisi klien tiap hari
- Berikan makan pada klien sesuai dengan diit nasi TKTP
- Ajarkan pada klien dan keluarga tentang manfaat makan, makanan yang bergizi bagi proses penyembuhan penyakit.
- Berikan terapi dengan pemberian injeksi gastridin per IV.
d. Konstipasi ybd faktor fisi96ologis perubahan pola makan dan makanan dari biasanya karena mual muntah.
Tujuan: klien dapat BAB dengan normal
Kriteria:
Indikator Dapat dicapai Dicapai banyak Sedang Terbatas Tidak dapat
- Klien BAB teratur
- Karakteristik feses normal
- Klien merasakan adanya BAB
- Klien menyatakan kepuasan sudah BAB tidak ada gangguan di usus
- Abdomen tidak ada gangguan

Intervensi:
- Observasi adanya perubahan bentuk abdomen
- Berikan makanan yang baik dengan kemampuan maksimal klien
- Berikan privasi saat BAB.
- Anjurkan klien untuk makan-makanan tinggi serat
- Lakukan enema/irigasi
- Berikan cairan yang adekuat
- Kolaborasi dengan doker untuk pemberian laxatif


DAFAR PUSTAKA

Sharon Mantik Lewis, RN, PHD, Faan, Margaret Mclean Heitemper, RM, PHD, Faan, S Hannon Ruff Direksen, RN, PHD, 2000. Medical Sugical, Nursing. Volume I. Copyright. Bx Mosby.

Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper, 2002. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 3. Yogyakarta: EGC.

Nanda 2005-2006

NIC 2005-2006

NOC 2005-2006

Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 4. Jakarta: EGC