David Irianto, Elis Purwaningrum, Istiana dan Sari Edi
Cahyaningrum
Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Surabaya, Kota Surabaya
Abstrak
Telah dilakukan penelitian
uji mutu organoleptik, mutu kimia, dan daya simpan mie basah dengan penambahan
kitosan dari limbah cangkang udang windu, pada variasi penambahan kitosan 0 %;
0,5 %; 1,0 %; 1,5 %; 2,0 %; 2,5 %; 3,0 %. Pada uji mutu organoleptik mie basah
terhadap 30 panelis yaitu 10 panelis terlatih dan 20 panelis tidak terlatih diperoleh
hasil, untuk rasa 50 % menyukai penambahan kitosan pada konsentrasi 0%; untuk
aroma 30% menyukai penambahan kitosan pada konsentrasi 0,5%; untuk tekstur 40%
menyukai penambahan kitosan pada konsentrasi 0,5%; dan untuk kesukaan 40%
menyukai penambahan kitosan pada konsentrasi 0,5%. Pada uji mutu kimia, untuk
kadar air, kadar lemak dan kadar karbohidrat mie basah semakin menurun dengan
semakin besarnya penambahan kitosan, sedangkan kadar protein mie basah semakin
meningkat dengan semakin besarnya penambahan kitosan. Untuk daya simpan paling
lama terdapat pada mie basah dengan konsentrasi penambahan kitosan 3,0% yaitu
selama 3 hari (pada suhu kamar).
kata kunci : isolasi,
kitosan, mie basah
Abstract
Have been done a research test the quality of
organoleptic, quality of chemistry, and durability the wet noodles with the
addition chitosan from waste prawn eggshell of windu, at variation of addition
kitosan 0 %; 0,5 %; 1,0 %; 1,5 %; 2,0 %; 2,5 %; 3,0 %. According to the quality
test of organoleptik the wet noodles to 30 panelist that is 10 panelist trained
and 20 panelist is not trained to be obtained a result, to taste 50 % taking a
fancy to addition kitosan at concentration 0%; for the sense of 30% taking a fancy to addition chitosan at
concentration 0,5%; for the texstur of 40% taking a fancy to addition kitosan at concentration 0,5%;
and for the likely of 40% taking a fancy to addition chitosan at concentration
0,5%. According to the quality test of chemistry, for the rate of irrigate,
rate of fat and downhill wet noodles carbohydrate rate progressively ever
greaterly addition of chitosan, while wet noodles protein rate progressively
mount ever greaterly addition of chitosan. For the durability at longest there
are at wet noodles with the concentration of addition chitosan 3,0% that is
during 3 day (at room chamber).
keyword : isolation, chitosan, wet noodles
PENDAHULUAN
Pada awal Desember 2005, BPOM mengambil sampling
dan pengujian laboratorium mie basah secara serentak dan terus-menerus di
delapan kota yaitu, Bandar Lampung, Surabaya, Mataram, Makasar, Jakarta,
Bandung, Jogjakarta, dan Semarang. Hasil pengujian itu menunjukkan 64.32% mie
basah tidak memenuhi syarat kesehatan karena mengandung formalin (Diek, 2006).
Disamping itu juga Unit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) produsen makanan
dan minuman sebanyak 17-20% dari total 43,2 juta unit UMKM saat ini terkena
dampak langsung dan tidak langsung dari pemberitaan formalin sebagai pengawet
yang berbahaya pada makanan (Url, 2005). Sehingga ketidakpercayaan masyarakat
terhadap mie basah sudah identik dengan bahan pengawet berbahaya yang
mengakibatkan kerugian cukup besar bagi pengusaha mie basah bahkan ada yang
sudah menutup usahanya (Arifin, 2006).
Mengingat resiko penggunaan formalin maka perlu
adanya produk pengawet mie basah yang alami, aman, murah dan mudah dibuat. Salah satunya adalah kitosan yaitu kitin yang
kehilangan gugus asetil (deasetilasi) dengan menggunakan NaOH (Krissetiana,
2004). Kitin adalah bagian konsentuen organik yang sangat penting pada kerangka
hewan golongan, Arachnida, Insekta, Coleopatra, Lapidoptera, Crustacea,
Eupagrurus, dan pada jamur (Suhardi, 1993; Irawan, 2000). Salah satu sumber
potensial perolehan kitin adalah cangkang udang windu (Penaeus monodon).
Berdasarkan penelitian dari Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas
Perikanan dan Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB), diketahui bahwa hasil
uji total jumlah bakteri yang menempel pada ikan yang dilapisi kitosan
menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan yang dilapisi formalin.
Hasil ini didukung oleh uji organoleptik yang meliputi rasa, bau, penampakan,
dan tekstur yang juga memberikan hasil lebih baik. Pada konsentrasi kitosan
1,5% dapat mengurangi jumlah lalat yang signifikan. Daya simpan kitosan tidak
kalah dengan formalin, ikan asin yang diberi perlakuan kitosan dapat bertahan
selama 3 bulan yang hampir sama dengan ikan asin yang diberi perlakuan dengan
formalin. Hal ini disebabkan kitosan mempunyai aktivitas antijamur dan antibakteri yaitu: Adanya interaksi antara
muatan parsial positif dari molekul kitosan dengan muatan parsial negatif dari
membran sel mikroba, mengakibatkan timbulnya kebocoran konstituen intraseluler
sehingga mikroba tersebut mati. Kitosan berperan sebagai chelating agent yang secara selektif mengikat trace metal yang berakibat akan menghambat produksi racun dan pertumbuhan
bakteri. Kitosan berperan sebagai senyawa pengikat air di dalam produk sehingga
mengakibatkan terhambatnya berbagai jenis enzim.
Melihat kemampuan kitosan sebagai pengawet pada
ikan asin maka peneliti ingin mengetahui kemampuan kitosan dalam mempengaruhi kualitas mie basah dengan variasi kitosan 0,5%;
1,0%; 1,5%; 2,0%; 2,5% dan 3,0%, melalui uji organoleptik yaitu; warna, rasa,
aroma, tekstur mie basah dan kesukaan. Diuji pula pengaruhnya terhadap mutu
kimia yaitu; kadar air, protein, lemak dan karbohidrat serta pengaruh daya
simpan mie basah tersebut.
METODE PENELITIAN
Bahan Kimia
Cangkang udang windu (diambil dari pengolahan
udang di PT Delta Lima surabaya),tepung terigu, garam dapur, minyak goreng,
telur.
Bahan-bahan kimia yang diperoleh di pasaran komersial dengan kemurnian p.a antara lain : NaOH, HCl,
H2SO4, natrium karbonat, reagen selenium, NH4OH,
CH3COOH, pelarut heksana, larutan luff schorl, kalium iodida,
natrium tiosulfat, indikator amilum, dan aquades.
Alat
Seperangkat alat refluks, seperangkat alat
pembuat mie, seperangkat alat untuk analisa Kjeldal, seperangkat alat untuk
analisa soxhlet, seperangkat alat untuk analisa luff schoorl, pH-meter, oven,
eksikator,
Prosedur Penelitian
Preparasi dan Karakterisasi
Kitosan
Sebanyak 100 gram cangkang
udang windu halus ditambahkan 1100 ml HCl 1 N dan diaduk selama 2 jam pada suhu
kamar, kemudian disaring dan dicuci dengan aquades hingga pH-nya netral.
Setelah netral ditambahkan NaOH 50 % dengan perbandingan 1: 10 untuk direfluks
selama 30 menit pada suhu 100o C. Hasil refluks
didinginkan, disaring dan dicuci dengan aquades hingga pH-nya netral.
Selanjutnya residu dikeringkan untuk mendapatkan kitosan. Karakterisasi kitosan
ditunjukkan dengan besarnya derajat deasetilasi > 60%.
Uji Organoleptik
Penelitian dilakukan dengan
uji hedonik dengan skala 1 – 5 yang dinyatakan sangat tidak suka, tidak suka,
agak suka, suka dan sangat suka, dengan panelis tak terlatih yaitu mahasiswa
UNESA dan panelis terlatih yaitu pembuat dan penjual mie basah.
Uji Mutu Kimia
Penentuan kadar air
Sampel dalam cawan dioven,
dihitung selisih antara berat awal sampel+cawan (sebelum dioven) dengan berat
akhir sampel+cawan (setelah dioven) kemudian membandingkannya dengan berat
sampel basah.
Penentuan kadar protein
dengan metode Kjeldal
Sebanyak 0,3-0,4 gram
sampel ditambah ¼ tablet Kjeldal dan 15 ml H2SO4dipanaskan
dalam labu Kjeldal hingga berwarna hijau dan mendestruksi semua bahan hingga
berhenti berasap. Memindahkan bahan ke dalam labu destilasi ditambah 60 ml
aquades dan 20 ml NaOH 50 % kemudian memanaskannya dan menampung destilat dalam
Erlenmeyer. Pemanasan dihentikan jika terjadi letupan. Menambahkan 20 ml
larutan H2SO4 0,1 N dan 3 tetes indicator
metyl merah diperoleh larutan berwarna merah. Selanjutnya menitrasi larutan
dengan NaOH 0,1 N hingga larutan berwarna kuning.
Penentuan kadar lemak
dengan metode Soxhlet
Sebanyak 2 gram sampel
dikeringkan dalam oven (100-1100C) selama 1 jam kemudian dibungkus
dengan kertas saring dan diekstraksi dengan soxhlet selama 4 jam menggunakan
pelarut heksana. Larutan disuling hingga diperoleh larutan heksana kembali.
Lemak yang diperoleh dikeringkan dalam oven pada suhu 100-1100C
selama 1 jam.
Penentuan kadar
karbohidrat dengan Metode Luff Schoorl
Larutan netral luffscrol
menjadi biru muda, ditambahkan dengan KI dan asam sulfat jadi kuning keruh,
ditambahkan dengan indikator amilum menjadi ungu, dititrasi dengan NaTiSO4 0,1
M jadi warna putih susu.
Uji Daya Simpan Mie
Basah
Menyimpan mie basah
selama 60 jam dan melihat perubahan yang terjadi, terutama pertumbuhan jamur
pada mie basah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
spektra IR Kitosan
Pada gambar menunjukkan
adanya perubahan itensitas pada pita serapan 1580,3 cm-1 berasal dari vibrasi
tekuk N-H diperkuat pita serapan 3116,8 cm-1 menunjukkan keberadaan
amina (-NH2) pada kitosan dan diperoleh derajat deasetilasi kitosan
sebesar 84,80%.
Uji Mutu Organoleptik
Rasa, perbedaan rasa pada mie basah
dikarenakan oksidasi protein yang menyebabkan pembalikan baurasa (contoh:
tengik) kecil akibat dari gugus N padamolekul kitosan yang mampu membentuk asam
amino yang merupakan komponen pembentukan protein (Deman, 1997). Hasil penelitian
menunjukkan 50 % panelis menyukai mie basah dengan
penambahan kitosan pada konsentrasi 0%.
Aroma, perbedaan Hal ini dikarenakan jumlah
kadar air yang mempengaruhi pembusukan mie basah. Hasil penelitian
menunjukkan 30% panelis menyukai mie basah dengan
penambahan kitosan pada konsentrasi 0,5%.
Warna, Perbedaan warna coklat yang
terjadi akibat penambahan kitosan terlihat sangat signifikan, Hal ini
dikarenakan oleh reaksi maillard atau reaksi pencoklatan non enzim yang
diindikasikan terpengaruh oleh pembentukan glikosilamina yang tersubtitusi pada
gugus N yang terdapat pada kitosan dengan protein. Glikosilamina merupakan
molekul yang dibutuhkan dalam pembentukan senyawa amino untuk membentuk pigmen
coklat polimer (Deman, 1997). hasil penelitian menunjukkan 40% panelis menyukai
mie basah dengan penambahan kitosan pada konsentrasi 0,5%.
Tekstur ada perbedaan yang terjadi
pada mutu organoleptik pada tekstur untuk semua jenis mie, hal ini dikarenakan
adanya perbedaan kadar air mie basah pada konsentrasi penambahan kitosan yang
berbeda yaitu kadar air menurun dengan semakin tingginya konsentrasi kitosan
dan menurunnya kadar air menyebabkan semakin kenyal tekstur mie. Hasil
penelitian menunjukkan 40% panelis menyukai mie basah dengan
penambahan kitosan pada konsentrasi 0,5%.
Kesukaan Secara Umum ada perbedaan yang signifikan
dalam mutu organoleptik pada kesukaan untuk semua jenis miem. Hasil penelitian
menunjukkan 40% panelis menyukai mie basah dengan
penambahan kitosan pada konsentrasi 0,5%.
Uji Mutu Kimia
Tabel kadar air, kadar protein, kadar lemak
dan kadar karbohidrat
Kode
sampel
|
Kadar air (%)
|
Kadar protein (%)
|
Kadar lemak (%)
|
Kadar karbohidrat (%)
|
A
B
C
D
E
F
G
|
31,54
31,39
31,31
31,12
30,72
30,45
29,96
|
12,07
12,53
12,94
13,38
13,87
14,41
14,61
|
1,245
1,00
1,00
0,99
0,99
0,98
0,96
|
21,41
20,995
20,42
19,87
19,91
19,691
19,55
|
Kadar air mie basah yang
cukup tinggi mengalami penurunan yang sangat signifikan seperti yang
ditunjukkan pada tabel, hal ini dikarenakan penggunakan beberapa molekul air
dalam penguraian gula amino menjadi senyawa amino. Dimana senyawa amino
tersebut digunakan dalam tahap pembentukan pigmen coklat dan polimer atau
reaksi maillard. Disamping itu kemampuan kitosan yang mampu mengadsorbsi air
juga mempengaruhi kadar air yang semakin menurun.
Kadar protein mie basah
dengan penambahan kitosan pada variasi konsentrasi menunjukkan kadar protein
semakin meningkat (seperti terlihat pada tabel). Hal ini dikarenakan molekul
kitosan memiliki gugus N yang mampu membentuk senyawa amino yang merupakan
komponen pembentukan protein.
Dari hasil pengujian kadar
lemak dalam mie basah yang diberi perlakuan kitosan menunjukkan jumlah kadar
lemak berbanding terbalik dengan jumlah konsentrasi kitosan yang diberikan pada
mie basah. Semakin banyak konsentrasi kitosan yang diberikan maka semakin
sedikit kadar lemaknya. Hal ini dikarenakan gugus parsial positif yang terdapat
pada kitosan mengikat gugus negatif pada lemak.
Kadar karbohidrat secara
umum mengalami penurunan dengan penambahan konsentrasi kitosan semakin besar. Hal ini dikarenakan
karbohidrat diadsorpsi oleh kitosan seperti halnya air.
Uji Daya Simpan
Daya simpan mie basah
mengalami peningkatan yang positif dengan penambahan konsentrasi kitosan
semakin besar, yaitu selama 3 hari yang terdapat pada mie basah dengan
konsentrasi penambahan kitosan 3,0% (pada suhu kamar). Hal ini dikarenakan
aktifitas kitosan yang berperan sebagai senyawa pengikat air di dalam produk
sehingga mengakibatkan terhambatnya berbagai jenis enzim (Hadisoemarto, 2003).
Disamping itu kitosan juga berperan sebagai chelating agent yang secara selektif
mengikat trace metal yang berakibat akan menghambat produksi racun dan
pertumbuhan bakteri (Hadisoemarto, 2003).
SIMPULAN
1.
Pada uji mutu organoleptik untuk rasa,
aroma, warna, tekstur, dan kesukaan terhadap penambahan kitosan pada mie basah
dengan variasi konsentrasi 0%, 0,5%; 1,0%; 1,5%; 2,0%; 2,5% dan 3,0% dan
didapatkan hasil bahwa penambahan yang signifikan pada konsentrasi kitosan
0,5%.
2.
Pada uji mutu kimia, untuk kadar air,
kadar lemak dan kadar karbohidrat mie basah semakin menurun dengan semakin
besarnya penambahan kitosan, sedangkan kadar protein mie basah semakin
meningkat dengan semakin besarnya penambahan kitosan.
3.
Pada uji daya simpan mie basah menunjukkan
semakin besar konsentrasi kitosan yang diberikan maka semakin sedikit jumlah
jamur yang terdapat pada mie basah, sehingga semakin lama daya tahan mie basah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,
2006b. Formalin dan Efek
Sampingnya.
Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur http://cybermed.cbn.net.id/
Arifin,
Alwin. 2006. Pengusaha Mie Telah Sepakat
Tanpa Formalin dan Boraks. Jakarta: www.gatra.com
Diek,
2006. IPB Sosialisasikan Formulasi
Mie Basah Yang Aman. Bogor: www.bogoronline.com
Krissetiana,
Henny. 2004. Kitin dan Kitosan dari
Limbah Udang. Suara Merdeka edisi 31 Mei
2004.
Kusumawati,
Yuli. 2006. Mengenal lebih dekat
Kitosan.
Pikiran Rakyat edisi 24 Maret 2006.
Sihombing,
Martin. 2006. Chitosan Siap Ambil Posisi
Formalin. Bisnis Indonesia edisi 17 Januari 2006
Suhardi.
1993. Buku Monograf Kitin dan
Kitosan.
Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM
Winarno,
F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Zainuddin,
M. 1988. Metodologi Penelitian. Surabaya: Unair-Press.
Diposkan
oleh DAVID SANG REVOLUSIONER