I. Konsep Dasar
Penyakit
a. Pengertian
Limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening)
merupakan bentuk keganasan dari sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular
seperti sel B, sel T dan histiosit sehingga muncul istilah limfoma maligna
(maligna = ganas). Ironisnya, pada orang sehat sistem limfatik tersebut justru
merupakan komponen sistem kekebalan tubuh. Ada dua jenis limfoma maligna yaitu
Limfoma Hodgkin (HD) dan Limfoma non-Hodgkin (LNH).
b. Epidemiologi
Saat ini, sekitar 1,5 juta orang di dunia hidup
dengan limfoma maligna terutama tipe LNH, dan dalam setahun sekitar 300 ribu
orang meninggal karena penyakit ini. Dari tahun ke tahun, jumlah penderita
penyakit ini juga terus meningkat. Sekadar gambaran, angka kejadian LNH telah
meningkat 80 persen dibandingkan angka tahun 1970-an. Data juga menunjukkan,
penyakit ini lebih banyak terjadi pada orang dewasa dengan angka tertinggi pada
rentang usia antara 45 sampai 60 tahun. Sedangkan pada Limfoma Hodgkin (DH)
relative jarang dijumpai, hanya merupaka 1 % dari seluruh kanker. Di negara
barat insidennya dilaporkan 3,5/100.000/tahun pada laki-laki dan
2,6/100.000/tahun pada wanita. Di Indonesia, belum ada laporan angka kejadian
Limfoma Hodgkin. Penyakit limfoma Hodgkin banyak ditemukan pada orang dewasa
muda antara usia 18-35 tahun dan pada orang di atas 50 tahun.
c. Etiologi
Penyebab dari penyakit limfoma maligna masih belum
diketahui dengan pasti..Empat kemungkinan penyebabnya adalah: faktor keturunan,
kelainan sistem kekebalan, infeksi virus atau bakteria (HIV, virus human T-cell
leukemia/lymphoma (HTLV), Epstein-Barr virus (EBV), Helicobacter Sp) dan toksin
lingkungan (herbisida, pengawet dan pewarna kimia).
d. Faktor Predisposisi
1. Usia
Penyakit limfoma maligna banyak ditemukan pada
usia dewasa muda yaitu antara 18-35 tahun dan pada orang diatas 50 tahun
2. Jenis kelamin
Penyakit limfoma maligna lebih banyak diderita
oleh pria dibandingkan wanita
3. Gaya hidup yang tidak sehat
Risiko Limfoma Maligna meningkat pada orang yang
mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan UV
4. Pekerjaan
Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan
resiko tinggi terkena limfoma maligna adalah peternak serta pekerja hutan dan
pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organik.
e. Patofisiologi
Proliferasi abmormal tumor dapat memberi kerusakan
penekanan atau penyumbatan organ tubuh yang diserang. Tumor dapat mulai di
kelenjar getah bening (nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal).
Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul
benjolan yang kenyal, mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha).
Pembesaran kelenjar tadi dapat dimulai dengan gejala penurunan berat badan,
demam, keringat malam. Hal ini dapat segera dicurigai sebagai Limfoma. Namun
tidak semua benjolan yang terjadi di sistem limfatik merupakan Limfoma. Bisa
saja benjolan tersebut hasil perlawanankelenjar limfa dengan
sejenis virus atau mungkin tuberkulosis limfa.
Beberapa penderita mengalami demam Pel-Ebstein,
dimana suhu tubuh meninggi selama beberapa hari yang diselingi dengan suhu
normal atau di bawah normal selama beberapa hari atau beberapa minggu. Gejala
lainnya timbul berdasarkan lokasi pertumbuhan sel-sel limfoma.
f. Klasifikasi
1. Klasifikasi Penyakit
Ada dua jenis penyakit yang termasuk limfoma
malignum yaitu penyakit Hodgkin (PH) dan limfoma non Hodgkin (LNH). Keduanya
memiliki gejala yang mirip. Perbedaannya dibedakan berdasarkan pemeriksaan
patologi anatomi dimana pada PH ditemukan sel Reed Sternberg, dan sifat LNH
lebih agresif
2. Klasifikasi Patologi
Klasifikasi limfoma maligna telah mengalami
perubahan selama bertahun-tahun. Pada tahun 1956 klasifikasi Rappaport mulai
diperkenalkan. Rappaport membagi limfoma maligna menjadi tipe nodular dan difus
kemudian subtipe berdasarkan pemeriksaan sitologi. Modifikasi klasifikasi ini
terus berlanjut hingga pada tahun 1982 muncul klasifikasi Working Formulation
yang membagi limfoma maligna menjadi keganasan rendah, menengah dan tinggi
berdasarkan klinis dan patologis. Seiring dengan kemajuan imunologi dan
genetika maka muncul klasifikasi terbaru pada tahun 1982 yang dikenal dengan
Revised European-American classification of Lymphoid Neoplasms (REAL
classification).
3. Stadium Limfoma Maligna
Penyebaran Limfoma dapat dikelompokkan dalam 4
stadium. Stadium I dan II sering dikelompokkan bersama sebagai stadium awal
penyakit, sementara stadium III dan IV dikelompokkan bersama sebagai stadium
lanjut.
• Stadium I : Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada
satu kelompok yaitu kelenjar getah bening.
• Stadium II : Penyebaran Limfoma menyerang dua
atau lebih kelompok kelenjar getah bening, tetapi hanya pada satu sisi
diafragma, serta pada seluruh dada atau perut.
• Stadium III : Penyebaran Limfoma menyerang dua
atau lebih kelompok kelenjar getah bening, serta pada dada dan perut.
• Stadium IV : Penyebaran Limfoma selain pada
kelenjar getah bening setidaknya pada satu organ lain juga seperti sumsum
tulang, hati, paru-paru, atau otak
g. Gejala Klinis
Gejala klinis dari penyakit limfoma maligna adalah
sebagai berikut :
1. Limfodenopati superficial. Sebagian besar
pasien datang dengan pembesaran kelenjar getah bening asimetris yang tidak
nyeri dan mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha)
2. Demam
3. Sering keringat malam
4. Penurunan nafsu makan
5. Kehilangan berat badan lebih dari 10 % selama 6
bulan (anorexia)
6. Kelemahan, keletihan
7. Anemia, infeksi, dan pendarahan dapat dijumpai
pada kasus yang mengenai sumsum tulang secara difus
h. Pemeriksaan Fisik
• Pemeriksaan fisik
pada daerah leher, ketiak dan pangkal paha
Pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan
yang kenyal, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau
pangkal paha)
• Inspeksi , tampak warna kencing campur darah,
pembesaran suprapubic bila tumor sudah besar.
Palpasi, teraba tumor masa suprapubic, pemeriksaan
bimanual teraba tumor pada dasar buli-buli dengan bantuan general anestesi baik
waktu VT atau RT.
j. Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendeteksi limfoma harus dilakukan biopsi
dari kelenjar getah bening yang terkena dan juga untuk menemukan adanya sel
Reed-Sternberg. Untuk mendeteksi Limfoma memerlukan pemeriksaan seperti
sinar-X, CT scan, PET scan, biopsi sumsum tulang dan pemeriksaan darah. Biopsi
atau penentuan stadium adalah cara mendapatkan contoh jaringan untuk membantu
dokter mendiagnosis Limfoma. Ada beberapa jenis biopsy untuk mendeteksi limfoma
maligna yaitu :
1. Biopsi kelenjar getah bening, jaringan diambil
dari kelenjar getah bening yang membesar.
2. Biopsi aspirasi jarum-halus, jaringan diambil
dari kelenjar getah bening dengan jarum suntik. Ini kadang-kadang dilakukan
untuk memantau respon terhadap pengobatan.
3. Biopsi sumsum tulang di mana sumsum tulang
diambil dari tulang panggul untuk melihat apakah Limfoma telah melibatkan
sumsum tulang.
k. Terapi
• Cara pengobatan bervariasi dengan jenis
penyakit. Beberapa pasien dengan tumor keganasan tingkat rendah, khususnya
golongan limfositik, tidak membutuhkan pengobatan awal jika mereka tidak
mempunyai gejala dan ukuran lokasi limfadenopati yang bukan merupakan ancaman.
• Radioterapi
Walaupun beberapa pasien dengan stadium I yang
benar-benar terlokalisasi dapat disembuhkan dengan radioterapi, terdapat angka
yang relapse dini yang tinggi pada pasien yang dklasifikasikan sebagai stadium
II dan III. Radiasi local untuk tempat utama yang besar harus dipertimbangkan
pada pasien yang menerima khemoterapi dan ini dapat bermanfaat khusus jika
penyakit mengakibatkan sumbatan/ obstruksi anatomis.
Pada pasien dengan limfoma keganasan tingkat
rendah stadium III dan IV, penyinaran seluruh tubuh dosis rendah dapat membuat
hasil yang sebanding dengan khemoterapi.
• Khemoterapi
1. Terapi obat tunggal Khlorambusil atau
siklofosfamid kontinu atau intermiten yang dapat memberikan hasil baik pada
pasien dengan limfoma maligna keganasan tingkat rendah yang membutuhkan terapi
karena penyakit tingkat lanjut.
2. Terapi kombinasi. (misalnya COP
(cyclophosphamide, oncovin, dan prednisolon)) juga dapat digunakan pada pasien
dengan tingkat rendah atau sedang berdasakan stadiumnya.
l. Prognosis
Kebanyakan pasien dengan penyakit limfoma maligna
tingkat rendah bertahan hidup lebih dari 5-10 tahun sejak saat didiagnosis.
Banyak pasien dengan penyakit limfoma maligna tingkat tinggi yang terlokalisasi
disembuhkan dengan radioterapi. Dengan khemoterapi intensif, pasien limfoma
maligna tingkat tinggi yang tersebar luas mempunyai perpanjangan hidup lebih
lama dan dapat disembuhkan.
II. Konsep Dasar
Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul
benjolan yang kenyal, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan (pada leher, ketiak
atau pangkal paha). Pembesaran kelenjar tadi dapat dimulai dengan gejala
penurunan berat badan, demam, keringat malam. Hal ini dapat segera dicurigai
sebagai Limfoma. Namun tidak semua benjolan yang terjadi di sistem limfatik
merupakan Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar limfe
dengan sejenis virus atau mungkin tuberculosis limfa.
Pada pengkajian data yang dapat ditemukan pada
pasien limfoma antara lain:
1. Data subjektif
a.Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38oC
b.Sering keringat malam.
c.Cepat merasa lelah
d.Badan Lemah
e.Mengeluh nyeri pada benjolan
f.Nafsu makan berkurang
2. Data Obyektif
a.Timbul benjolan yang kenyal,mudah digerakkan
pada leher,ketiak atau pangkal paha.
b.Wajahpucat
3.Kebutuhan dasar
• AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Gejala :
Kelelahan, kelemahan atau malaise umum
Kehilangan produktifitasdan penurunan toleransi
latihan
Kebutuhan tidaur dan istirahat lebih bantak
Tanda :
Penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban dan
tanda lain yang menunjukkan kelelahan
• SIRKULASI
Gejala
Palpitasi, angina/nyeri dada
Tanda
Takikardia, disritmia.
Sianosis wajah dan leher (obstruksi drainase vena
karena pembesaran nodus limfa adalah kejadian yang jarang)
Ikterus sklera dan ikterik umum sehubungan dengan
kerusakan hati dan obtruksi duktus empedu dan pembesaran nodus limfa(mungkin
tanda lanjut)
Pucat (anemia), diaforesis, keringat malam.
• INTEGRITAS EGO
Gejala
Faktor stress, misalnya sekolah, pekerjaan,
keluarga
Takut/ansietas sehubungan dengandiagnosis dan
kemungkinan takut mati
Takut sehubungan dengan tes diagnostik dan
modalitas pengobatan (kemoterapi dan terapi radiasi)
Masalah finansial : biaya rumah sakit, pengobatan
mahal, takut kehilangan pekerjaan sehubungan dengan kehilangan waktu kerja.
Status hubungan : takut dan ansietas sehubungan
menjadi orang yang tergantung pada keluarga.
Tanda
Berbagai perilaku, misalnya marah, menarik diri,
pasif
• ELIMINASI
Gejala
Perubahan karakteristik urine dan atau feses.
Riwayat Obstruksi usus, contoh intususepsi, atau
sindrom malabsorbsi (infiltrasi dari nodus limfa retroperitoneal)
Tanda
Nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan pembesaran
pada palpasi (hepatomegali)
Nyeri tekan pada kudran kiri atas dan pembesaran
pada palpasi (splenomegali)
Penurunan haluaran urine urine gelap/pekat, anuria
(obstruksi uretal/ gagal ginjal).
Disfungsi usus dan kandung kemih (kompresi batang
spinal terjadi lebih lanjut)
• MAKANAN/CAIRAN
Gejala
Anoreksia/kehilangna nafsu makan
Disfagia (tekanan pada easofagus)
Adanya penurunan berat badan yang tak dapat
dijelaskan sama dengan 10% atau lebih dari berat badan dalam 6 bulan sebelumnya
dengan tanpa upaya diet.
Tanda
Pembengkakan pada wajah, leher, rahang atau tangan
kanan (sekunder terhadap kompresi venakava superior oleh pembesaran nodus
limfa)
Ekstremitas : edema ekstremitas bawah sehubungan
dengan obtruksi vena kava inferior dari pembesaran nodus limfa intraabdominal
(non-Hodgkin)
Asites (obstruksi vena kava inferior sehubungan
dengan pembesaran nodus limfa intraabdominal)
• NEUROSENSORI
Gejala
Nyeri saraf (neuralgia) menunjukkan kompresi akar
saraf oleh pembesaran nodus limfa pada brakial, lumbar, dan pada pleksus sakral
Kelemahan otot, parestesia.
Tanda
Status mental : letargi, menarik diri, kurang
minatumum terhadap sekitar.
Paraplegia (kompresi batang spinaldari tubuh
vetrebal, keterlibatan diskus pada kompresiegenerasi, atau kompresi suplai
darah terhadap batng spinal)
• NYERI/KENYAMANAN
Gejala
Nyeri tekan/nyeri pada nodus limfa yang terkena
misalnya, pada sekitar mediastinum, nyeri dada, nyeri punggung (kompresi
vertebra), nyeri tulang umum (keterlibatan tulang limfomatus).
Nyeri segera pada area yang terkena setelah minum
alkohol.
Tanda
Fokus pada diri sendiri, perilaku berhati-hati.
• PERNAPASAN
Gejala
Dispnea pada kerja atau istirahat; nyeri dada.
Tanda
Dispnea, takikardia
Batuk kering non-produktif
Tanda distres pernapasan, contoh peningkatan
frekwensi pernapasan dan kedaalaman penggunaan otot bantu, stridor, sianosis.
DEWAAMOER STUDIODIGITAL Jl pramuka NO 14 (toko pak santo) KEMILING BANDAR LAMPUNG tEL 081379730011, 0721271545
Alexander Graham Bell
Spouse
|
(married
1877–1922)
|
Children
|
(4)
Two sons who died in infancy and two daughters
|
Parents
|
Eliza
Grace Symonds Bell
|
Relatives
|
Gardiner Greene Hubbard(father-in-law)
Gilbert Hovey Grosvenor (son-in-law) Melville Bell Grosvenor(grandson) Gilbert Melville Grosvenor (great-grandson) Chichester Bell (cousin) |
Alexander
Graham Bell (March 3, 1847 – August 2, 1922) was an eminent
scientist, inventor, engineer and innovator who is credited with inventing the first
practical telephone.
Bell's
father, grandfather, and brother had all been associated with work on elocution and
speech, and both his mother and wife were deaf, profoundly influencing Bell's
life's work.
His
research on hearing and speech further led him to experiment with hearing
devices which eventually culminated in Bell being awarded the first US patent for
the telephone in 1876. In
retrospect, Bell considered his most famous invention an intrusion on his real
work as a scientist and refused to have a telephone in his study.
Many
other inventions marked Bell's later life, including groundbreaking work in optical telecommunications, hydrofoils and aeronautics. In 1888, Alexander Graham Bell became one of the
founding members of the National Geographic Society. Bell has
been described as one of the most influential figures in human history.
Early years
Alexander
Bell was born in Edinburgh,
Scotland on March 3, 1847.The family home was at 16 South Charlotte Street, and
has a stone inscription, marking it as Alexander Graham Bell's birthplace. He
had two brothers: Melville James Bell (1845–70) and Edward Charles Bell
(1848–67). Both of his brothers died of tuberculosis. His father was Professor Alexander Melville Bell, and his mother was Eliza Grace (née Symonds). Although he was born
"Alexander", at age 10, he made a plea to his father to have a middle
name like his two brothers.For his 11th birthday, his father acquiesced and
allowed him to adopt the middle name "Graham", chosen out of admiration
for Alexander Graham, a Canadian being treated by his father and boarder who
had become a family friend.To close relatives and friends he remained
"Aleck" which his father continued to call him into later life.
First invention
As a
child, young Alexander displayed a natural curiosity about his world, resulting
in gathering botanical specimens as well as experimenting even at an early age.
His best friend was Ben Herdman, a neighbor whose family operated a flour mill,
the scene of many forays. Young Aleck asked what needed to be done at the mill.
He was told wheat had to be dehusked through a laborious process and at the age
of 12, Bell built a homemade device that combined rotating paddles with sets of
nail brushes, creating a simple dehusking machine that was put into operation
and used steadily for a number of years In
return, John Herdman gave both boys the run of a small workshop within which to
"invent".
a
technique of speaking in clear, modulated tones directly into his mother's
forehead wherein she would hear him with reasonable clarity. Bell's preoccupation with his mother's
deafness led him to study acoustics.
Education
As a young child, Bell, like his brothers, received his early schooling
at home from his father. At an early age, however, he was enrolled at theRoyal High School, Edinburgh, Scotland, which he left at age 15, completing only the
first four forms. His school
record was undistinguished, marked by absenteeism and lacklustre grades. His
main interest remained in the sciences, especially biology, while he treated
other school subjects with indifference, to the dismay of his demanding father. Upon leaving school, Bell travelled to
London to live with his grandfather, Alexander Bell. During the year he spent
with his grandfather, a love of learning was born, with long hours spent in
serious discussion and study. The elder Bell took great efforts to have his
young pupil learn to speak clearly and with conviction, the attributes that his
pupil would need to become a teacher himself. At age 16, Bell
secured a position as a "pupil-teacher" of elocution and music, in Weston House Academy, at Elgin, Moray, Scotland. Although he was enrolled
as a student in Latin and Greek, he instructed classes himself in return for
board and £10 per session The
following year, he attended theUniversity
of Edinburgh; joining
his older brother Melville who had enrolled there the previous year. In 1868,
not long before he departed for Canada with his family, Aleck completed his
matriculation exams and was accepted for admission to the University
of London.
First experiments with sound
Bell's father encouraged Aleck's interest in speech and, in 1863, took
his sons to see a unique automaton, developed by Sir Charles
Wheatstone based on the earlier work of Baron
Wolfgang von Kempelen. The rudimentary "mechanical
man" simulated a human voice. Aleck was fascinated by the machine and
after he obtained a copy of von Kempelen's book, published in German, and had
laboriously translated it, he and his older brother Melville built their own
automaton head. Their father, highly interested in their project, offered to
pay for any supplies and spurred the boys on with the enticement of a "big
prize" if they were successful.
While his brother constructed the throat and larynx, Aleck tackled the more difficult task of recreating a
realistic skull. His efforts resulted in a remarkably lifelike head that could
"speak", albeit only a few words. The
boys would carefully adjust the "lips" and when a bellowsforced air through the windpipe, a very recognizable "Mama"
ensued, to the delight of neighbors who came to see the Bell invention.
Intrigued by the results of the automaton, Bell continued to experiment
with a live subject, the family's Skye Terrier, "Trouve". After he taught it to growl
continuously, Aleck would reach into its mouth and manipulate the dog's lips
and vocal cords to produce a crude-sounding "Ow ah
oo ga ma ma." With little convincing, visitors believed his dog could
articulate "How are you grandma?" More indicative of his playful
nature, his experiments convinced onlookers that they saw a "talking
dog." However, these initial
forays into experimentation with sound led Bell to undertake his first serious
work on the transmission of sound, using tuning forks to explore resonance.
At the age of 19, he wrote a report on his work and sent it to
philologist Alexander
Ellis, a colleague of
his father (who would later be portrayed as Professor Henry Higgins inPygmalion). Ellis
immediately wrote back indicating that the experiments were similar to existing
work in Germany, and also lent Aleck a copy of Hermann
von Helmholtz's work, The Sensations of Tone as a
Physiological Basis for the Theory of Music.
Dismayed to find that groundbreaking work had already been undertaken by
Helmholtz who had conveyed vowel sounds by means of a similar tuning fork
"contraption", he pored over the German scientist's book. Working
from his own errant mistranslation of the original German edition, Aleck
fortuitously then made a deduction that would be the underpinning of all his
future work on transmitting sound, reporting: "Without knowing much about
the subject, it seemed to me that if vowel sounds could be produced by
electrical means, so could consonants, so could articulate speech." He
also later remarked: "I thought that Helmhotz had done it ... and that my
failure was due only to my ignorance of electricity. It was a valuable blunder
... If I had been able to read German in those days, I might never have
commenced my experiments!"
Family tragedy
In 1865, when the
Bell family moved to London,Bell returned to Weston House as an assistant
master and, in his spare hours, continued experiments on sound using a minimum
of laboratory equipment. Bell concentrated on experimenting with electricity to
convey sound and later installed a telegraph wire from his room in Somerset College
to that of a friend.Throughout late 1867, his health faltered mainly through
exhaustion. His younger brother, Edward "Ted," was similarly
bed-ridden, suffering from tuberculosis. While Bell recovered (by then
referring to himself in correspondence as "A.G. Bell") and served the
next year as an instructor at Somerset College
Langganan:
Postingan (Atom)