MIC (Minimum Inhibitory Concentration

TEORI
      
                       
Konsentrasi minimun penghambatan atau lebih dikenal dengan MIC (Minimum Inhibitory Concentration) adalah konsentrasi terendah dari antibiotika atau antimikrobial yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba tertentu. Nilai MIC adalah spesifik untuk tiap-tiap kombinasi dari antibiotika dan mikroba. MIC dari sebuah antibiotika terhadap mikroba digunakan untuk mengetahui sensitivitas dari mikroba terhadap antibiotika. Nilai MIC berlawanan dengan sensitivitas mikroba yang diuji. Semakin rendah nilai MIC dari sebuah antibiotika, sensitivitas dari bakteri akan semakin besar. MIC dari sebuah antibiotika terhadap spesies mikroba adalah rata-rata MIC terhadap seluruh strain dari spesies tersebut. Strain dari beberapa spesies mikroba adalah sangat berbeda dalam hal sensitivitasnya. Metode uji antimikrobial yang sering digunakan adalah metode Difusi Lempeng Agar. Uji ini dilakukan pada permukaan medium padat. Mikroba ditumbuhkan pada permukaan medium dan kertas saring yang berbentuk cakram yang telah mengandung mikroba. Setelah inkubasi diameter zona penghambatan diukur. Diameter zona pengambatan merupakan pengukuran MIC secara tidak langsung dari antibiotika terhadap mikroba. Sensitivitas klinik dari mikroba kemudian ditentukan dari tabel klasifikasi (Jawetz et al.,1996).
Pertumbuhan mikroorganisme dapat dikendalikan melalui proses fisik dan kimia. Pengendalian dapat berupa pembasmian dan penghambatan populasi mikroorganisme. Zat antimikrobial adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan dan metabolisme melalui mekanisme penghambatan pertumbuhan mikroorganisme. Zat antimikrobial terdiri dari antijamur dan antibakterial. Zat antibakterial adalah zat yang mengganggu pertumbuhan dan metabolisme melalui penghambatan pertumbuhan bakteri. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih zat antimikrobial kimiawi adalah :


1. Jenis zat dan mikroorganisme
Zat antimikrobial yang akan digunakan harus sesuai dengan jenis mikroorganismenya karena memiliki kerentanan yang berbeda-beda.


2. Konsentrasi dan intensitas zat antimikrobial
Semakin tinggi konsentrasi zat antimikrobial yang digunakan, maka semakin tinggi pula daya kemampuannya dalam mengendalikan mikroorganisme.


3. Jumlah organisme
Semakin banyak mikroorganisme yang dihambat atau dibunuh, maka semakin lama waktu yang diperlukan untuk mengendalikannya.


4. Suhu
Suhu yang optimal dapat menaikkan efektivitas zat antimikrobial


5. Bahan organik
Bahan organik asing dapat menurunkan efektivitas zat antimikrobial dengan cara menginaktifkan bahan tersebut atau melindungi mikroorganisme. Hal tersebut karena penggabungan zat dan bahan organik asing membentuk zat antimikrobial yang berupa endapan sehingga zat antimikrobial tidak lagi mengikat mikroorganisme. Akumulasi bahan organik terjadi pada permukaan sel mikroorganisme sehingga menjadi pelindung yang mengganggu kontak antara zat antimikrobial dengan mikroorganisme (Boyd, 1980).
Faktor lain yang mempengaruhi adalah dosis antibiotika yang diberikan. Beberapa masalah adalah konsentrasi dari zat kemoterapi dalam jaringan, dimana menghasilkan konsentrasi obat lain lebih besar atau lebih rendah daripada yang digunakan dalam laboratarium. Hal itu penting, sehingga level obat itu dapat dicapai dalam bermacam bagian tubuh dapat diketahui seperti halnya sensitivitas relative dari bakteri pathogen. Sensitifitas relatif disebut dengan Minimum Inhibitory Concentration atau MIC (Pelczar,1988).
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram Positif, tidak bergerak, tidak berspora dan mampu membentuk kapsul, berbentuk kokus dan tersusun seperti buah anggur sebagaimana terlihat pada gambar 2.4. Ukuran Staphylococcus berbeda-beda tergantung pada media pertumbuhannya. Apabila ditumbuhkan pada media agar, Staphylococcus memiliki diameter 0,5-1,0 mm dengan koloni berwarna kuning. Dinding selnya mengandung asam teikoat, yaitu sekitar 40% dari berat kering dinding selnya. Asam teikoat adalah beberapa kelompok antigen dari Staphylococcus. Asam teikoat mengandung aglutinogen dan N-asetilglukosamin. Suhu optimum untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 35o – 37o C dengan suhu minimum 6,7o C dan suhu maksimum 45,4o C. Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,0 – 9,8 dengan pH optimum 7,0 – 7,5. Pertumbuhan pada pH mendekati 9,8 hanya mungkin bila substratnya mempunyai komposisi yang baik untuk pertumbuhannya. Bakteri ini tidak dapat tumbuh pada media sintetik yang tidak mengandung asam amino atau protein (Ratu Balqis, 2008).
Tetrasiklin merupakan agen antimikrobial hasil biosintesis yang memiliki spektrum aktivitas luas. Mekanisme kerjanya yaitu blokade terikatnya asam amino ke ribosom bakteri (sub unit 30S). Aksi yang ditimbulkannya adalah bakteriostatik yang luas terhadap gram positif, gram negatif, chlamydia, mycoplasma, bahkan rickettsia. Generasi pertama meliputi tetrasiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin. Generasi kedua merupakan penyempurnaan dari sebelumnya yaitu terdiri dari doksisiklin, minosiklin. Generasi kedua memilki karakteristik farmakokinetik yang lebih baik yaitu antara lain memiliki volume distribusi yartg lebih luas karena profil lipofiliknya. Selain itu bioavailabilitas lebih besar, demikian pula waktu paruh eliminasi lebih panjang (> 15 jam). Doksisiklin dan minosiklin tetap aktif terhadapstafilokokus yang resisten terhadap tetrasiklin, bahkan terhadap bakteri anaerob seperti Acinetobacter spp, En-terococcus yang resisten terhadap Vankomisin sekalipun tetap efektif ( Boyd, 1980).
Antibiotik tetrasiklin merupakan antibiotik yang paling banyak digunakan dalam mengobati penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Pada dasarnya, antibiotik tetrasiklin ini berfungsi untuk menekan pertumbuhan bakteri atau bakterisidal. Kemampuan antibiotic tetrasiklin untuk mencegah dan menekan hidup bakteri agar tidak berkembang di dalam tubuh secara sporadis. Antibiotic tetrasiklin ini di buat dari senyawa yang diambil dari inang bakteri yaitu dari kelompol Stretomyces. Antibiotik tetrasiklin kini dijadikan obat modern untuk membantu dalam menekan pertumbuhan dan penyebaran bakteri didalam tubuh. Cara kerja dari antibiotik tetrasiklin ini adalah dengan menghambat proses sintesis protein dari bakteri yang menyerang dalam tubuh. Akibatnya bakteri tidak dapat tumbuh dan berkembang didalam tubuh. Ini menyebabkan pola destruktif terhadap bakteri tersebut ( Anne Ahira, 2009).
Prinsip dasar metode ini adalah dengan cara memberikan bakteri / kuman uji dengan kepadatan tertentu kepada bahan antibakteri yang akan diuji pada konsentrasi yang semakin kecil. Kepekaan bahan uji terhadap bahan anti-bakteri ditentukan dengan pengamatan secara makroskopis setelah  masa inkubasi berakhir yaitu dengan melihat ada tidaknya pertumbuhan koloni kuman / bakteri uji dalam tabung ( medium cair ) yang ditandai keruhnya medium cair yang dipakai (Pelczar, 1988).
Metode ini digunakan untuk menentukan kadar hambat minimal (KHM) suatu senyawa anti-bakteri. Pada metode ini digunakan erlenmeyer yang diisi media cair dan sejumlah tertentu bakteri yang diuji, kemudian masing-masing erlenmeyer diisi dengan senyawa yang diuji. Erlenmeyer-erlenmeyer tersebut diinkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam, untuk selanjutnya diamati turbidansi atau kekeruhannya dengan menggunakan  spektrofotometer UV-VIS. Konsentrasi terendah senyawa yang memberikan hasil biakan yang mulai tampak jernih merupakan Kadar Hambat Minimal senyawa tersebut. Metode Tube Dilution Test mempunyai keuntungan karena dapat menguji daya bakteriostatik dan bakterisidal sekaligus, namun metode ini hanya dapat menguji satu bahan antibakteri dalam satu kali kegiatan (Pelczar, 1988).
           



            KEGIATAN 2

Antibiotika atau antimikroba ialah zat-zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama golongan fungi (jamur), yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Suatu obat antibiotika yang ideal menunjukkan toksisitas yang selektif. Istilah ini berarti bahwa obat tersebut haruslah bersifat sangat toksis untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksis (dalam konsentrasi yang dapat ditoleransi) terhadap hospes (Setiabudi, 1995).

Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antibiotika yang menghambat pertumbuhan mikroba dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik, dan ada yang bersifat membunuh mikroba dikenal sebagai aktivitas bakterisid. Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya masing-masing dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). Antibiotika tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM (Setiabudi, 1995).

Antibiotik dikelompokkan berdasarkan gugus aktifnya, misal antibiotik macrolide, antimikroba peptida. Adapun penamaannya biasanya berdasarkan gugus kimiawinya ataupun mikroorganisma produsernya, misalnya:
Mekanisme kerja antibiotik antara lain :
· Menghambat dsintesis dinding sel
· Merusak permeabilitas membran sel.
· Menghambat sintesis RNA (proses transkripsi)
· Menghambat sintesis protein (proses translasi).
· Menghambat replikasi DNA. [E.Indra Pradhika, 2010]

Namun begitu,  terjadi juga kes-kes dimana bakteri dapat mampertahankan dirinya terhadap antibiotika dan dapat menggagalkan terapi dengan antibiotika. Definisi bagi resistensi adalah ketahanan suatu mikroba terhadap antibiotika tertentu yang dapat berupa resistensi alamiah, resistensi kromosomal, resistensi ekstra kromosomal, maupun resistensi silang. Resistensi kromosomal terjadi akibatadanya mutasi spontan pada mikroba, resistensi ekstrakromosomal terutama terjadi akibat adanya faktor R pada sitoplasma bakteri, sedangkan resistensi silang ialah resistensi akibat pemindahan gen resisten atau faktor R atau plasmid dari bakteri lain yang telah resisten yang masuk ke dalam bakteri. Resistensi kromosomal dapatdibagi menjadi dua golongan yaitu:
1.Resistensi kromosomal primer, dimana mutasi terjadi sebelum pengobatandengan antibiotika dan selama pengobatan terjadi seleksi bibit yangresisten.
2.Resistensi kromosomal sekunder, dimana mutasi terjadi selama kontak dengan antibiotika kemudian terjadi seleksi bibit yang resisten.
            [ Dewi Rusmiati et. al, 2011]

Metode yang digunakan pada kali ini untuk menentukan kerentanan terhadap antibiotika adalah metode cakram kertas.  Metode ini didasarkan pada difusi antibiotik dari silinder yang dipasang tegak lurus pada lapisan agar padat dalam cawan petri atau lempeng yang berisi biakan mikroba uji pada jumlah tertentu. Sediaan antibiotika menghambat pertumbuhan mikroba yang ada pada lempeng agar (Singgih, 2007).

Prosedur difusi untuk kertas cakram-agar yang distandardisasikan (metode Kirby-Bauer) merupakan cara untuk menentukan sensitivitas antibiotik untuk bakteri. Sensitivitas suatu bakteri terhadap antibiotik ditentukan oleh diameter zona hambat yang terbentuk. Semakin besar diameternya maka semakin terhambat pertumbuhannya, sehingga diperlukan standar acuan untuk menentukan apakah bakteri itu resisten atau peka terhadap suatu antibiotik.
Faktor yang mempengaruhi metode Kirby-Bauer :
- Konsentrasi mikroba uji
- Konsentrasi antibiotik yang terdapat dalam cakram
- Jenis antibiotik.
- pH medium [E.Indra Pradhika, 2010]
        
Bakteri yang digunakan pada kali ini untuk menentukan kerentanan suatu bakteri terhadap berbagai antibiotika melalui metode cakram kertas adalah bakteri Staphylococcus aureus. Staphylococcus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat biasanya tersusun dalam bentuk menggerombol yang tidak teratur seperti anggur. Staphylococcus bertambah dengan cepat pada beberapa tipe media dengan aktif melakukan metabolisme, melakukan fermentasi karbohidrat dan menghasilkan bermacam-macam pigmen dari warna putih hingga kuning gelap.  Staphylococcus  cepat menjadi resisten terhadap beberapa antimikroba (Jawetz, et al., 2001)

Klasifikasi   Staphylococcus aureus adalah seperti berikut:
Kingdom  : Protozoa
Divisio  : Schyzomycetes
Class  : Schyzomycetes
Ordo  : Eubacterialos
Family  : Micrococcaceae
Genus  : Staphylococcus
Species  :  Staphylococcus aureus

         Staphylococcus tumbuh dengan baik pada berbagai media
bakteriologi di bawah suasana aerobik atau mikroaerofilik. Tumbuh
dengan cepat pada temperatur 20 - 35ºC. Koloni pada media padat
berbentuk bulat, lambat dan mengkilat (Jawetz, et al., 2001)

         Antibiotika yang digunakan dalam percobaan ini adalah tetrasilkin.
Tetrasiklin mempunyai spektrum antibakteri yang luas, efektif
terhadap kuman Gram positif maupun Gram negatif, mencakup
spektrum penisilin, streptomisin dan kloramfenikol. Selain itu juga
dapat menghambat pertumbuhan riketsia, amuba, mikroplasma dan
klamidia. Tetrasiklin termasuk antibiotik yang terutama bersifat
bakteriostatik. Mekanisme penembusan tetrasiklin untuk
masuk kedalam sel bakteri, kemungkinan sama dengan cara
menghambat sintesis protein ditambah modifikasi struktur guna
penghambatan sintesis protein. (Jawetz, et al., 2001)


 IV.)     ALAT DAN BAHAN

A.)  ALAT
             1.   Cawan petri
              
             2.    Lampu spiritus
                 
             3.   Mortir dan stamper
                 
             4.   Ose bulat
                 
                        5.   Jangka sorong
                 
             6.   Inkubator
                        
             7.   Pinset
                        
             8.   Tabung reaksi
                        
           
                        9.   Rak tabung
                                   

                        10.   Volume pipet 1ml dan 10 ml
                                   
                        11.   Labu ukur 100 ml
                                   

B.)  Bahan:
1.   Air suling steril
          2.   Etanol 95 %
    3.   NB (single and double strength)
                  4.   Larutan kloramfenikol
                  5.   Suspensi bakteri Staphylococcus aureus
                  6.   Nutrient Agar (NA)
                  7.  Cakram kertas antibiotika: K30, DO30, CXM30, OB30, C7X30

V.)       PROSEDUR
KEGIATAN 1

                   Dibuat perencanaan pengenceran dan perhitungan konsentrasi campuran pada masing- masing tabung besar dan tabung kecil. Dibuat pengenceran bertingkat larutan sedian uji dengan air suling steril dalam tabung reaksi besar . Tabung reaksi kecil pertama diisi dengan 1ml NB double strength , sedangkan semua tabung reaksi kecil yang lain diisi dengan dengan 1ml NB biasa. Dipipet 1ml hasil pengenceran terakhir dari tabung reaksi besar ke dalam tabung reaksi 1 berisi NB double strength dan ke dalam tabung reaksi 2 yang berisi NB biasa .Kedua-duanya dikocok sampai homogen. Seterusnya, dipipet 1ml campuran dari tabung 2 ke dalam tabung 3 kemudian dikocok homogen. Demikian dilakukan seterusnya sehingga tabung terakhir dan 1ml dari tabung terakhir dibuang. Ditambahkan satu ose bakteri ke dalam setiap tabung kecil dan dikocok sampai homogeny.Dilakukan juga satu kontrol positif dan satu kontrol negatif. Kontrol positif diisikan dengan 1ml NB biasa dan satu ose suspense bakteri manakala control negatif pula hanya diisi dengan 1ml NB .
       Semua tabung uji kecil diinkubasikan dalam incubator pada suhu 37 ˚C selama 18-24 jam . Diamati kekeruhan yang terjadi, dibandingkan perubahan warna dengan kontrol positif dan kontrol negative. Ditentukan MICnya. MIC terletak pada tabung uji bening yang terakhir atau sebelum tabung uji keruh pertama.

KEGIATAN 2

Eksperimen dimulakan dengan menuangkan 20 mL NA cair bersuhu 40-50°C ke dalam cawan petri, lalu didiamkan sampai membeku. Kemudian dengan menggunakan spreader, disapukan atau disebarkan secara merata suspensi bakteri tersebut ke seluruh permukaan agar dalam cawan petri sampai merata. Lalu biarkan selama lebih kurang 30 menit. Kemudian diletakkan cakram-cakram antibiotika pada permukaan agar dengan jarak sedemikian rupa, sehingga diharapkan tidak terjadi penumpukan zona inhibisi. Kemudian diinkubasikan semua cawan petri pada suhu 37°C selama 18-24 jam. Setelah itu. diukur zona inhibisi yang terjadi dengan menggunakan jangka sorong.



VI.)     DATA PENGAMATAN
            KEGIATAN 1
           

Pengamatan

Tabung Reaksi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Kekeruhan
-
-
-
-
+
+
+
+
+
+
+

            Keterangan:
            Bening: (-)                  Keruh: (+)

SEBELUM
SELEPAS
PERHITUNGAN:
                 Konsentrasi Tetrasiklin dalam labu ukur = 250mg/100ml
                                                                              =  2500μg/ml    
                                                                              = 2500mg/L

1 : 5 = 500 μg /ml

V1N1 = V2N2            
1.2500 = V2.500
V2 = 5ml
1ml tetrasiklin + 4ml aquadest


Tabung uji 1 dengan konsentrasi 250 μg.

Tabung uji 2:
V1N1 = V2N2            
(1)(250) = (2).N2
N2 = 125μg

Tabung uji 3:
V1N1 = V2N2            
1.125 = 2.N2
N2 = 62.5μg

Tabung uji 4:
V1N1 = V2N2            
1.62.5 = 2.N2
N2 = 31.25μg

Tabung uji 5:
V1N1 = V2N2            
1.31.25 = 2.N2
N2 = 15.63μg

Tabung uji 6:
V1N1 = V2N2            
1.15.63= 2.N2
N2 = 7.81μg

Tabung uji 7:
V1N1 = V2N2            
1.7.81 = 2.N2
N2= 3.91μg

Tabung uji 8:
V1N1 = V2N2            
1.3.91 = 2.N2
N2 = 1.95μg

Tabung uji 9:
V1N1 = V2N2            
1.1.95 = 2.N2
N2 = 0.97μg

Tabung uji 10:
V1N1 = V2N2   
 1.0.97= 2.N2
N2 = 0.49μg

Tabung uji 11:
V1N1 = V2N2   
1.0.49 = 2.N2
N2 = 0.24 μg















KEGIATAN 2

Cawan petri

                                      Zona Inhibisi (mm)
A
B
C
D
E
1
14.8
17.0
-
-
-

Keterangan:
A= K30                     B= DO30          C= CXM30           D= OB30                E=CTX30

VII.)    PEMBAHASAN
            KEGIATAN 1

Praktikum metode MIC cair ini dilakukan untuk menentukan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) satu sediaan uji terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Sediaan antibiotik yang digunakan dalam percobaan ini adalah Tetrasiklin. MIC adalah konsentrasi antibiotik terendah dimana pertumbuhan bakterin terhambat. MIC biasanya dapat dilihat pada, tabung reaksi  bening terakhir dan tabung reaksi sebelum keruh pertama.

Sebelum melakukan percobaan ini, semua peralatan percobaan harus disterilisasikan untuk memastikan peralatan benar-benar bersih dan hasil percobaan tidak dipengaruhi oleh mikroba yang mungkin terdapat di atas permukaan peralatan. Media yang digunakan adalah Nutrient Broth yang bertujuan untuk memberi tambahan nutrisi pada bakteri yang  digunakan yaitu Staphylococcus aureus.

Percobaan dimulakan dengan mengencerkan larutan antibiotika tetrasiklin yang sudah sedia ada di labrotorium. 1ml larutan tetrasiklin ditambahkan dengan 4ml aquadest steril di dalam satu tabung uji besar. Jadi kami memperoleh larutan tetrasiklin yang berkonsentrasi 250 μg /ml. diteruskan pula dengan pengenceran bertingkat. Ini dilakukan ke dalam enam tabung reaksi kecil. Tabung reaksi kecil (1) diisikan dengan 1ml Nutrient Broth double strength dan yang lainnya diisi dengan 1ml Nutrient Broth biasa. Ini adalah karena Nutrient Broth double strength mengandungi kandungan nutrisi dua kali ganda daripada Nutrient Broth biasa. Maka ini dapat membedakan efektivitas antibiotik terhadap bakteri yang terdapat dalam dua Nutrient Broth tersebut. 1ml antibiotik yang berkonsentrasi 250µg/ml dpipet ke dalam tabung reaksi kecil (1) dan (2) masing-masing. Ini membuatkan tabung reaksi (1) dan (2) berkonsentrasi 250µg/ml. kemudian dari tabung reaksi kecil (2) dilakukan pengenceran bertingkat tetrasiklin ke semua tabung reaksi seterusnya.
           
Volum pada tabung reaksi kecil terakhir ini harus dibuang 1ml karena untuk membandingkan daya kerja satu antibiotik, setiap tabung harus mendapatkan perlakuan yang sama, baik volume larutan antibiotik, banyak suspensi bakteri dan juga konsentrasi dari suspensi bakteri tersebut.

Setelah tercampur sebelas tabung reaksi kecil dimasukkan 1 ose bakteri Staphylococcus aureus dengan kuantiti yang sama banyak dan dikocok sampai homogen. Ose harus difiksasi terlebih dahulu sebelum pengambilan bakteri supaya ose steril dan dipengaruhi oleh bakteri udara sekeliling. Setelah difiksasi, ose tidak boleh langsung dicelupkan pada media tetapi harus tunggu sementara supaya bakteri tidak mati  karena ose yang terlalu panas. Selain itu, sebelum diambil, suspensi bakteri harus dihomogenkan terlebih dahulu karena kemungkinan suspense bakteri berkumpul pada bahagian bawah tabung reaksi.

Setiap tabung reaksi kecil yang berisi Staphylococcus aureus diinkubasikan pada suhu 37ºC selama 18-24jam. Ini penting untuk menunggu bakteri dan berkembang pada waktu yang diinginkan (Fasa log bakteri), dimana maksimal. Tetapi sebaiknya hasil diamati setelah 20 jam karena tidak seperti pada NA, nutrisi ada pada NB jauh lebih sedikit. Apabila lebih dari 20 jam dikhawatirkan bakteri tersebut mengalami fasa kematian. Segala perlakuan harus dilakukan secara aseptis yaitu dekat dengan api agar bakteri lain yang berasal dari udara yang masuk ke dalam tabung reaksi akan menyebabkan terganggunya hasil pengamatan.

            Menurut hasil praktikum kami kesemua tabung reaksi yang pertama hingga yang kelima memberikan hasil positif, ditunjukkan dengan larutan keruh karena pertumbuhan bakteri tidak dihambat atau sedikit sahaja dihambat oleh tetrasiklin. Dari tabung uji yang keenam hingga yang ke sebelas menunjukkan hasil negative yaitu larutannya bening. Ini menunjukkan yang pertumbuhan suspense bakteri kami terhambat pada konsentrasi 15.63μg/ml.

            KEGIATAN 2
           
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kerentanan suatu bakteriterhadap berbagai sediaan antibiotika, melalui tes resistensi dengan metodecakram kertas (Paper Disk Plate).

Prosedur  percobaan dengan Paper Disk Plate adalah pertama-tama disiapkan  20 mL NA kemudian dituangkan ke dalam cawan petri. Kerjanya harus dilakukan secara aseptis agar dapar menghindarin kontaminasi dari mikroba lain yang mampu merusak hasil percobaannya. Lalu ditunggu hingga NA mengering dan suhunya kira-kira suam-suam kuku karena jika suhu terlalu panas Staphylococcus aureus akan mati. Setelah NA memadat, suspensi Staphylococcus aureus digoreskan atas permukaan NA kemudian diratakan dengan spreader hingga terasa kesat. Rasa kesat menandakan bahwa Staphylococcus aureus merata pada seluruh permukaan NA, ditunggu selama 30 menit agar bakteri mengering sempurna. Setelah 30 menit, tempelkan lima antibiotik uji pada masing-masing zona (1 cawan petri dibagi 5zona, 1 zona untuk 1 antibiotik uji).Setelah itu, inkubasikan cawan petri dalam inkubator selama 18-24 jam. Hal ini bertujuan agar zona yang dibentuk oleh Staphylococcus aureus dapat teramati dengan jelas karena bakteri itu bisa tumbuh secara optimal.

Selepas itu, kesemua 5 zona itu diletakkan cakram-cakram antibiotika pada jarak yang munasabah agar tidak terjadi penumpukan zona inhibisi. Kerjanya harus dilakukan secara aseptis.  Namun pada saat memanaskan cawan petri berise nutrient agar dan penyepit besi, haruslah didiamkan terlebih dahulu. Hal ini karena agar bahannya menjadi tidak terlalu panas, tetapi harus dilakukan dekat pembakar spiritus agar bakteri dari udara tidak mengkontaminasi media agar yang berisi bakteri. Suhu yang panas dapat meleburkan nutrien agar saat melubanginya, tetapi jika terlalu jauh dari api, ditakutkan akan terkontaminasi oleh bakteri. Proses pembuatan lubang harus dilakukan dengan cepat, agar jangan biarkan cawan petri terbuka terlalu lama untuk menghindari bakteri dari luar masuk ke dalam cawan. Setelah kelima daerah yang dibagi tadi telah dimasukkan cakram-cakram antibiotika, maka harus ditutup cawan petri dan dipanaskan sekadar tidak dikontaminasi oleh bakteri- bakteri udara.

Dari lima antibiotik yang diujikan terhadap Staphylococcus aureus, dua dari lima antibiotic tersebut memberikan hasil positif, berupa adanya zona hambat bakteri(zona bening) disekitar cakram kertas. Namun dari dua-dua antibiotika terdapat perbedaan besarnya diameter pembentukan zona hambat bakteri. Pada DO30, dapat memberikan hambatan yang tersebar yaitu sebanyak 17.0mm, dan K30 sebanyak 14.8mm manakala yang lain tidak dapat menghambat S.aureus.

Antimikroba yang lain gagal melakukan menghambatan karena kemungkinan udah diresistensi oleh antibiotika yang lain. Hal yang lain yang bisa diambil kira adalah penggunaan dosis yang tidak tepat, atau pemakaiannya yang tidak teratur. Waktu pengobatan yang tidak lama dan penggunaan antibiotika yang tidak tepat juga bisa menunjukkan resistensi terhadap antibiotika tersebut.

VIII.    KESIMPULAN
            KEGIATAN 1
           
            Dalam percobaan ini, perbedaan pengaruh konsentrasi antibiotik seharurnya memberikan hasil pertumbuhan koloni bakteri yang berbeda. Tetapi disebabkan konsentrasi antibiotik yang digunakan terlalu kecil dan tidak sesuai maka penentuan MIC dari suatu antibiotik itu tidak dapat diketahui.

KEGIATAN 2

            Dari kelima-lima antibiotic yang diuji, dapat disimpulkan bahwa Staphylococcus aureus dapat diinhibisi secara berturutan dan turutannya adalah DO30 sebanyak 17.0mm dan K30 sebanyak 14.8mm.

IX.       DAFTAR PUSTAKA
            KEGIATAN 1
Anne Ahira. 2009. Antibiotika Tetrasiklin.http://www.anneahira.com/antibiotic    tetrasiklin.htm [ diakses pada 26 Maret 2011]

Boyd, Robert F., 1988. General Microbiology. Second Edition. Times Mirror/Mosby College Publishing.
           
            Jawetz et. al. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. EGC:Jakarta.

Pelczar, Michael, J., dan E.C.S. Chan. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi I. UI  Press, Jakarta.

Ratu Balqis. 2008. Staphylococcus aureus. http://queenofsheeba.wordpress.com /2008/07/22/bakteri-staphylococcus-aureus/ [ diakses pada 26 Maret 2011]

           
            KEGIATAN 2

E. Indra Pradhika, 2010. Mikrobiologi Dasar. http://ekmon-saurus.blogspot.com/2008/11/bab-8-daya-kerja-antimikroba-dan.html

Setiabudi.1995.Pengantar Antimikroba. Jakarta: Gaya Baru

Singgih, Maria. 2007. Uji pootensi antibiotik. http://digilib.si.itb.ac.id/go.php?id=jbptitbpp-gdl-s2-1990-sudding-1734

E. JawetzGeorge F. BrooksJanet S. ButelStephen A. Morse.2001. Jawetz, Melnick and Adelberg's Medical Microbiology.  McGraw-Hill (Lange Medical Books)

Dra.Hj. Dewi Rusmiati, Dra.Hj. Sulistianingsih, Dr. Tiana Milanda, M.Si, Tina Rostinawati,M.Si. 2011, Penuntun Praktikum Mikrobiologi Farmasi. Universitas Padjadjaran.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar