perdarahan antenata

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Pendarahan adalah salah satu kejadian yang menakutkan selama kehamilan. Pendarahan ini dapat bervariasi mulai dari jumlah yang sangat kecil (binti-bintik), sampai pendarahan hebat dengan gumpalan dank ram perut. Karena itu, pendarahan selama kehamilan dapat dianggap sebagai suatu keadaan akut yang dapat membahayakan ibu dan anak, sampai dapat menimbulkan kematian.
Sebanyak 20% wanita hamil pernah mengalami perdarahan pada awal kehamilan dan sebagian mengalami abortus. Hal ini tentu akan menimbulkan ketidakberdayaan dari wanita sehingga ditinjau dari suatu kesehatan akan sangat ditanggulangi utnuk meningkatakan keberdayaan seorang wanita. Mengingat akan hal tersebut, maka penting untuk mengetahui lebih dalam mengenai masalah perdarahan saat kehamilan ini.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu meninjau masalah perdarahan antenatal.
C.  Metodologi
Metodologi yang dipakai, yaitu dengan penelusuran kepustakaan dilakukan secara manual dan melalui kepustakaan elektronik.










BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.  Konsep Dasar Penyakit
1.    Definisi
Perdarahan antenatal pada trimester pertama (kehamilan muda) adalah perdarahan pervaginam pada kehamilan kurang dari 22 minggu (Saifuddin : 2004).
Perdarahan antenatal pada kehamilan lanjut adalah perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu sampai sebelum bayi dilahirkan atau perdarahan intrapartum sebelum kelahira (Saifuddin : 2004).
Perdarahan kehamilan muda adalah perdarahan pada usia kehamilan kurang dari 22 minggu atau kurang dari usia kehamilan 5 bulan (Maulana : 2008).
Perdarahan kehamilan lanjut adalah perdarahan dari saluran genital di akhir kehamilan setelah usia gestasi 24 minggu dan sebelum awitan persalinan (Fraser Cooper : 2009).
Jadi, Perdarahan antenatal merupakan perdarahan dari traktus genital yang terjadi pada saat kehamilan.
2.    Etiologi
Perdarahan pada trimester pertama biasanya akibat abortus, blighted ovum, hamil anggur, dan kehamilan ektopik pada trimester kedua diakibatkan plasenta previa dan penyakit atau kelainan mulut rahim. Dan perdarahan pada trimester ketiga diakibatkan oleh plasenta previa, solusio plasenta dan preklamsia.
3.    Patofisiologi
a.    Perdarahan pada Kehamilan muda
1)   Abortus
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Abortus biasanya disertai dengan perdarahan di dalam desidua basalis dan perubahan nekrotik di dalam jaringan-jaringan yang berdekatan dengan tempat perdarahan. Ovum yang terlepas sebagian atau seluruhnya dan mungkin menjadi benda asing di dalam uterus sehingga merangsang kontraksi uterus dan mengakibatkan pengeluaran janin.
2)   Kehamilan Ektopik
Proses implantasi ovum yang dibuahi terjadi di tuba pada dasarnya sama halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian direasibsu, setekag tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Pembentukan desidua di tuba tidak sempurna. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa factor, seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan . sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu.
1. Hasil konsepsi mati dini dan resorbsi
2. Abortus ke dalam lumen tuba
3. Rupture dinding tuba.
Prinsip patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik terhadap ovum yang telah dibuahi dalam prjalanannya menuju kavum utei. Pada suatu saat kebutuhan embrio dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba itu. Ada beberfapa kemungkinan akibat dari hal ini yaitu :
a)         Kemungkinan “tubal abortion “, lepas dan keluarnyda darah dan jaringan ke ujung distal (timbria) dan ke rongga abdomen. Abortus tuba biasanya terjadi pada kehamilan ampulla, darah yang keluar dan kemudian masuk ke rongga peritoneum baisanya tidak begityu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari dinding tuba.
b)         Kemungkinan rupture dinding tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai akibat dari distensi berlebihan tuba.
c)         Faktor abortus ke dalam lumen tuba.
Rupture dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Rupture dapat terjadi secara spontan atau karena trauma koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit hinggabanyak, sampai menimbulkan syok dan kematian.
b.    Perdarahan pada kehamilan Lanjut
1)   Plasenta Previa
Seluruh plasenta biasanya terletak pada segmen atau uterus. Kadang-kadang bagian atau seluruh organ dapat melekat pada segmen bawah uterus, dimana hal ini dapat diketahui sebagai plasenta previa. Karena segmen bawah agak merentang selama kehamilan lanjut dan persalinan, dalam usaha mencapai dilatasi serviks dan kelahiran anak, pemisahan plasenta dari dinding uterus sampai tingkat tertentu tidak dapat dihindarkan sehingga terjadi pendarahan.
2)   Solusio Plasenta
Terjadinya solusio plasenta dipicu oleh perdarahan ke dalam desidua basalis yang kemudian terbelah dan meningkatkan lapisan tipis yang melekat pada mometrium sehingga terbentuk hematoma desidual yang menyebabkan pelepasan, kompresi dan akhirnya penghancuran plasenta yang berdekatan dengan bagian tersebut.
Ruptur pembuluh arteri spiralis desidua menyebabkan hematoma retro plasenta yang akan memutuskan lebih banyak pembuluh darah, hingga pelepasan plasenta makin luas dan mencapai tepi plasenta, karena uterus tetap berdistensi dengan adanya janin, uterus tidak mampu berkontraksi optimal untuk menekan pembuluh darah tersebut. Selanjutnya darah yang mengalir keluar dapat melepaskan selaput ketuban.Pohon masalah


4. Manifestasi Klinik
a. Perdarahan kehamilan muda
          1) Abortus
              a. Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu.
              b. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum tampak lemah atau kesadaran
menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat.
c. Pendarahan pervaginam, mungkin disertai hasil konsepsi.
d. Rasa mulas atau keram perut didaerah atas simfisis, sering disertai
                  yeri pinggang akibat kontraksi uterus.
              e. Pemeriksaan ginekologis.
                 (1) Inspeksi vulva: perdarahan pervaginam
                 (2) Inspeksi perdarahan pada kavum uteri, ostium uteri terbuka atau  
                       sudah tertutup.

                  (3) Colok vagina porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau      
                        tidak jaringan dalam kavum uteri
4.      Kehamilan ektopik
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda;     dari perdarahan yang banyak yang tiba-tiba dalam ronggaperut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas sehingga sukar membuat diagnosanya. Gejala dan tanda tergantung padalamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaanumum penderita sebelum hamil. Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik terganggu. Halini menunjukkan kematian janin. Kehamilan ektopik terganggu sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala perdarahanmendadak dalam rongga perut dan ditandai oleh abdomen akut sampai gejala-gejala yang samar-samar sehingga sulit untuk membuat diagnosanya. Secara umum, tanda dan gejala kehamilan ektopik adalah

a) Nyeri abdomen bawah atau pelvic, disertai amenorrhea atau
     spotting atau perdarahan vaginal
b) Menstruasi abnormal
c) Abdomen dan pelvis yang lunak
d) Perubahan pada uterus yang dapat terdorong ke satu sisi oleh massa
     kehamilan, atau tergeser akibat perdarahan. Dapat ditemukan sel
    desidua pada endometrium uterus.
e) Penurunan tekanan darah dan takikardi bila terjadi hipovolemi.
f) Massa pelvis
g) Kuldosentesis. Untuk identifikasi adanya hemoperitoneum yang
         ditandai
Beberapa gejala berikut dapat membantu dalam mendiagnosis kehamilan ektopik:
1. Nyeri: Nyeri panggul atau perut hampir terjadi hampir 100% kasus
     kehamilan ektopik. Nyeri dapat bersifat unilateral atau bilateral ,
     terlokalisasi atau tersebar.
2. Perdarahan: Perdarahan abnormal uterin, biasanya membentuk bercak.
    Biasanya terjadi pada 75% kasus
3. Amenorhea: Hampir sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik
    yang memiliki berkas perdarahan pada saat mereka mendapatkan
    menstruasi, dan mereka tidak menyadari bahwa mereka hamil

b. Perdarahan kehamilan tua
1) Plasenta Previa
Menururt FKUI (2000), tanda dan gejala plasenta previa diantaranya  adalah :
         1. Pendarahan tanpa sebab tanpa rasa nyeri dari biasanya dan berulang.
         2. Darah biasanya berwarna merah segar atau kehitaman dengan bekuan.
         3. Terjadi pada saat tidur atau saat melakukan aktivitas
         4. Bagian terdepan janin tinggi (floating), sering dijumpai kelainan letak
             janin.
         5. Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak
             fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya.
             Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent bleeding) biasanya lebih
             banyak.
    2) Solusio plasenta
  Manifestasi klinis solusio plasenta dapat dibagi menjadi :
 a) Anamnesis
     Perdarahan biasanya pada trimester ketiga, perdarahan pervaginan  
     berwarna kehitam-hitaman yang sedikit sekali dan tanpa rasa nyeri
     sampai dengan yang disertai nyeri perut, uterus tegang perdarahan
     pervaginan yang banyak, syok dan kematian janin intra uterin.
b) Pemeriksaan fisik
     Tanda vital dapat normal sampai menunjukkan tanda syok
c) Pemeriksaan obstetri
     Nyeri tekan uterus dan tegang, bagian-bagian janin yang sukar dinilai,
     denyut jantung janin sulit dinilai / tidak ada, air ketuban berwarna
     kemerahan karena tercampur darah.
5. Tes Diagnostik
    a. Perdarahan kehamilan muda
       1) Abortus
          a) Positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus
          b) Pemeriksaaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih
              Hidup
         c) Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion
     2) Kehamilan ektopik
Walaupun diagnosanya agak sulit dilakukan, namun beberapa cara ditegakkan, antara lain dengan melihat (5,6,8):
a)   Anamnesis dan gejala klinis.
Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau tidak ada perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan / kiri bawah. Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul dalam peritoneum.
b)      Pemeriksaan fisis
Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah adneksa. Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan ekstremitas dingin, adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen.
c)      Pemeriksaan ginekologis.
Pemeriksaan dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uteris kanan dan kiri.
d)     Pemeriksaan Penunjang
(1) Laboratorium : Hb, Leukosit, urine B-hCG (+). Hemoglobin  
      menurun   setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah dapat
      meningkat.
               (2) USG : Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri, Adanya
                     kantung kehamilan di luar kavum uteri,Adanya massa komplek di
                     rongga panggul.
e)Kuldosentesis : suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam
kavum Douglas ada darah.
f)       Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi.
g)      Ultrasonografi berguna pada 5 – 10% kasus bila ditemukan kantong gestasi di luar uterus.

b. Perdarahan kehamilan lanjutan
1.      Plasenta Previa
a.        Anamnesis : adanya perdarahan per vaginam pada kehamilan lebih 20 minggu dan berlangsung tanpa sebab.
b.      Pemeriksaan luar : sering ditemukan kelainan letak. Bila letak kepala maka kepala belum masuk pintu atas panggul.
c.       Inspekulo : adanya darah dari ostium uteri eksternum.
d.      USG untuk menentukan letak plasenta. Penentuan letak plasenta secara langsung dengan perabaan langsung melalui kanalis servikalis tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan perdarahan yang banyak. Oleh karena itu cara ini hanya
2.       Solusio plasenta
a.        Pemeriksaan laboratorium darah : hemoglobin, hemotokrit, trombosit, waktu protombin, waktu pembekuan, waktu tromboplastin, parsial, kadar fibrinogen, dan elektrolit plasma.
b.      Cardiotokografi untuk menilai kesejahteraan janin.
c.        USG untuk menilai letak plasenta, usia gestasi dan keadaan janin.
3.         Penatalaksanaan Medis
a.        Perdarahan kehamilan muda
1.       Abortus
2.       Kehamilan ektopik
Penatalaksanaan kehamilan ektopik tergantung pada beberapa hal, antara lain lokasi kehamilan dan tampilan klinis. Sebagai contoh, penatalaksanaan kehamilan tuba berbeda dari penatalaksanaan kehamilan abdominal. Selain itu, perlu dibedakan pula penatalaksanaan kehamilan ektopik yang belum terganggu dari kehamilan ektopik terganggu. Tentunya penatalaksanaan pasien dengan kehamilan ektopik yang belum terganggu berbeda dengan penatalaksanaan pasien dengan kehamilan ektopik terganggu yang menyebabkan syok.
Seorang pasien yang terdiagnosis dengan kehamilan tuba dan masih dalam kondisi baik dan tenang, memiliki 3 pilihan, yaitu penatalaksanaan ekspektasi (expectant management), penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan bedah.
Penatalaksanaan Ekspektasi
Penatalaksanaan ekspektasi didasarkan pada fakta bahwa sekitar 75% -hCG.
pasien dengan kehamilan ektopik akan mengalami penurunan kadar Pada
penatalaksanaan ekspektasi, kehamilan ektopik dini dengan kadar -hCG yang
stabil atau cenderung turun diobservasi ketat. Oleh sebab itu, tidak semua pasien
dengan kehamilan ektopik dapat menjalani penatalaksanaan seperti ini.
Penatalaksanaan ekspektasi dibatasi pada -hCG yang keadaan-keadaan berikut:
a. Kehamilan ektopik dengan kadar menurun
b. Kehamilan tuba
c. Tidak ada perdarahan intraabdominal atau rupture
d. Diameter massa ektopik tidak melebihi 3.5 cm.
Sumber -hCG awal harus Kurang dari 1000 mIU/mL,lain menyebutkan bahwa kadar dan diameter massaektopik tidak melebihi 3.0 cm. Dikatakan bahwa penatalaksanaan ekspektasi ini efektif pada 47-82% kehamilan tuba.
e. Penatalaksanaan Medis
Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak integritas  
jaringan dan sel hasil konsepsi. Kandidat-kandidat penerima tatalaksana  medis  harus memiliki syarat-syarat berikut ini : keadaan hemodinamik yang stabil,  bebas nyeri perut bawah, tidak ada aktivitas jantung janin, tidak ada cairan bebas dalam rongga abdomen dan kavum Douglas, harus teratur menjalani terapi, harus menggunakan kontrasepsi yang efektif selama 3-4 bulan pascaterapi, tidak memiliki penyakit-penyakit penyerta, sedang tidak menyusui, tidak ada kehamilan Intrauterin yang koeksis, memiliki fungsi ginjal, hepar dan profil darah yang normal, serta tidak memiliki ontraindikasi terhadap pemberian methotrexate. Berikut ini akan dibahas beberapa metode terminasi kehamilan ektopik secara medis.
Methotrexate
Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi
keganasan, termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik,
methotrexate akan merusak sel-sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien
dengan kehamilan ektopik, methotrexate diharapkan dapat merusak sel-sel trofoblas sehingga menyebabkan terminasi kehamilan tersebut. Seperti halnya dengan penatalaksanaan medis untuk kehamilan ektopik pada  umumnya,kandidat-Kandidat untuk terapi methotrexate harus stabil secara hemodinamis dengan fungsi ginjal, hepar dan profil darah yang normal.Harus diketahui pula bahwa terapi methotrexate maupun medis secara umum mempunyai angka kegagalan sebesar 5-10%, dan angka kegagalan meningkat pada usia gestasi di atas 6 minggu atau bila massa hasil konsepsi berdiameter lebih dari 4 cm.Pasien harus diinformasikan bahwa bila terjadi kegagalan terapi medis, pengulangan terapi diperlukan, dan pasien harus dipersiapkan untuk kemungkinan menjalani pembedahan. Selain itu, tanda-tanda kehamilan ektopik terganggu harus selalu diwaspadai. Bila hal tersebut terjadi, pasien harus sesegera mungkin menjalani pembedahan. Senggama dan konsumsi asam folat juga dilarang. Tentunya methotrexate menyebabkan beberapa efek samping yang harus diantisipasi, antara lain gangguan fungsi hepar, stomatitis, gastroenteritis dan depresi sumsum tulang. Beberapa prediktor keberhasilan terapi dengan methotrexate yang -hCG, progesteron, disebutkan dalam literatur antara lain kadar aktivitas jantung janin, ukuran massa hasil konsepsi dan ada/tidaknya cairan bebas dalam rongga peritoneum.Namun disebutkan dalam sumber -hCG-lah yang bermakna secara statistik. Untuk lain bahwa hanya kadar -hCG serial dibutuhkan. Pada memantau keberhasilan terapi,pemeriksaan hari-hari pertama setelah dimulainya pemberian methotrexate,65-75% pasien akan mengalami nyeri abdomen yang diakibatkan pemisahan hasil konsepsi dari tempat implantasinya (separation pain), dan hematoma yang meregangkan dinding tuba. Nyeri ini dapat diatasi dengan analgetik -hCG umumnya tidak terdeteksi lagi dalam 14-21 hari nonsteroidal. setelah pemberian methotrexate. Pada hari-hari pertama pula massa hasil konsepsi akan tampak membesar pada pencitraan ultrasonografi akibat edema dan hematoma, sehingga jangan dianggap sebagai kegagalan terapi. -hCG masih perlu diawasi setiap Setelah terapi berhasil, kadar minggunya hingga kadarnya di bawah 5 mIU/mL. Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal maupun dosis multipel. Dosis tunggal yang diberikan adalah 50 mg/m2 (intramuskular), sedangkan dosis multipel yang diberikan adalah sebesar 1 mg/kg (intramuskular) pada hari pertama, ke-3, 5, dan hari ke-7. Pada terapi dengan dosis multipel leukovorin ditambahkan ke dalam regimen pengobatan dengan dosis 0.1 mg/kg (intramuskular), dan diberikan pada hari ke-2, 4, 6 dan 8. Terapi methotrexate dosis multipel tampaknya memberikan efek negatif pada patensi tuba dibandingkan dengan terapi methotrexate dosis tunggal 9. Methotrexate dapat pula diberikan melalui injeksi per laparoskopi tepat ke dalam massa hasil konsepsi. Terapi methotrexate dosis tunggal adalah modalitas terapeutik paling ekonomis untuk kehamilan ektopik yang belum terganggu.
     Actinomycin
Neary dan Rose melaporkan bahwa pemberian actinomycin intravena selama 5 hari berhasil menterminasi kehamilan ektopik pada pasien-pasien dengan kegagalan terapi methotrexate sebelumnya.
Larutan Glukosa Hiperosmolar
Injeksi larutan glukosa hiperosmolar per laparoskopi juga merupakan alternatif terapi medis kehamilan tuba yang belum terganggu. Yeko dan kawan-kawan melaporkan keberhasilan injeksi larutan glukosa hiperosmolar dalam menterminasi kehamilan tuba. Namun pada umumnya injeksi methotrexate tetap lebih unggul. Selain itu, angka kegagalan dengan terapi injeksi larutan glukosa tersebut cukup tinggi, sehingga alternatif ini jarang digunakan.
f..Penatalaksanaan Bedah
Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan kehamilan tuba yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu saja pada kehamilan ektopik terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat mungkin. Pada dasarnya ada 2 macam pembedahan untuk menterminasi kehamilan tuba, yaitu pembedahan konservatif, di mana integritas tuba dipertahankan, dan pembedahan radikal, di mana salpingektomi dilakukan. Pembedahan konservatif mencakup 2 teknik yang kita kenal sebagai salpingostomi dan salpingotomi. Selain itu, macam-macam pembedahan tersebut di atas dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi. Namun bila pasien jatuh ke dalam syok atau tidak stabil, maka tidak ada tempat bagi pembedahan per laparoskopi.
1) Salpingostomi
2) Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang
berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii. Pada prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera terekspos dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan terbuka (tidak dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat dilakukan dengan laparotomi maupun laparoskopi. Metode per laparoskopi saat ini menjadi gold standard untuk kehamilan tuba yang belum terganggu. Sebuah penelitian di Israel membandingkan salpingostomi per laparoskopi dengan injeksi methotrexate per laparoskopi. Durasi pembedahan pada grup salpingostomi lebih lama daripada durasi pembedahan pada grup methotrexate, namun grup salpingostomi menjalani masa rawat inap yang lebih singkat dan insidens aktivitas trofoblastik persisten pada grup ini lebih rendah. Meskipun demikian angka keberhasilan terminasi kehamilan tuba dan angka kehamilan intrauterine setelah kehamilan tuba pada kedua grup tidak berbeda secara bermakna.
3) Salpingotomi
Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba pascaoperatif antara salpingostomi dan salpingotomi.
4) Salpingektomi
Reseksi tuba dapat dikerjakan baik pada kehamilan tuba yang belum maupun yang sudah terganggu, dan dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi. Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini:
a. kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu)
b. pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif
c. terjadi kegagalan sterilisasi
d. telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya
e. pasien meminta dilakukan sterilisasi
f. perdarahan berlanjut pasca salpingotomi
g. kehamilan tuba berulang
h. kehamilan heterotopik, dan massa gestasi berdiameter lebih dari 5cm.
Reseksi massa hasil konsepsi dan anastomosis tuba kadang-kadang dilakukan pada kehamilan pars ismika yang belum terganggu. Metode ini lebih dipilih daripada salpingostomi, sebab salpingostomi dapat menyebabkan jaringan parut dan penyempitan lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit. Pada kehamilan pars interstitialis, sering kali dilakukan pula histerektomi untuk menghentikan perdarahan masif yang terjadi. Pada salpingektomi, bagian tuba antara uterus dan massa hasil konsepsi diklem, digunting, dan kemudian sisanya (stump) diikat dengan jahitan ligasi. Arteria tuboovarika diligasi, sedangkan arteria uteroovarika dipertahankan. Tuba yang direseksi dipisahkan dari mesosalping.
i.                          Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi
Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat dievakuasi dari fimbrae tanpa melakukan fimbraektomi. Dengan menyemburkan cairan di bawah tekanan dengan alat aquadisektor atau spuit, massa hasil konsepsi dapat terdorong dan lepas dari implantasinya. Fimbraektomi dikerjakan bila massa hasil konsepsi berdiameter cukup besar sehingga tidak dapat diekspulsi dengan cairan bertekanan.

Perdarahan kehamilan lanjutan
1. Plasenta Previa
Menurut Wiknjosastro (2005), penatalaksanaan yang diberikan untuk penanganan plasenta previa tergantung dari jenis plasenta previanya yaitu :
a)   Kaji kondisi fisik klien
b) Menganjurkan klien untuk tidak coitus
c) Menganjurkan klien istirahat
d) Mengobservasi perdarahan
e) Memeriksa tanda vital
f) Memeriksa kadar Hb
g) Berikan cairan pengganti intravena RL
h) Berikan betametason untuk pematangan paru bila perlu dan bila fetus masih premature
i) Lanjutkan terapi ekspektatif bila KU baik, janin hidup dan umur kehamilan
2..Solusio plasenta
a. Harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas operasi .
b. Sebelum dirujuk , anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan
menghadap ke kiri , tidak melakukan senggama , menghindari eningkatan tekanan rongga perut .
c. Pasang infus cairan Nacl fisiologi . Bila tidak memungkinkan . berikan
cairan peroral .
d.      Pantau tekanan darah & frekuensi nadi tiap 15 menit untuk mendeteksi adanya hipotensi / syk akibat perdarahan . pantau pula BJJ & pergerakan janin .
e.       Bila terdapat renjatan , segera lakukan resusitasi cairan dan tranfusi darah , bila tidak teratasi , upayakan penyelamatan optimal . bila teratsi perhatikan keadaan janin .
f.       Setelah renjatan diatasi pertimbangkan seksio sesarea bila janin masih hidup atau persalinan pervaginam diperkirakan akan berlangsung lama . bila renjatan tidak dapat diatasi , upayakan tindakan penyelamatan optimal .
g.      Setelah syk teratasi dan janin mati , lihat pembukaan . bila lebih dari 6 cm pecahkan ketuban lalu infus oksitosin . bila kurang dari 6 cm lakukan seksio sesarea .
Bila tidak terdapat renjatan dan usia gestasi kurang dari 37 minggu / taksiran berat janin kurang dari 2.500 gr . penganganan berdasarkan berat / ringannya penyakit

7. Komplikasi
a.       Perdarahan kehamilan muda
1.      Abortus
Komplikikasi utama dapat mencakup hemoragi, syok, renal failure (faal ginjal rusak), infeksi kadang-kadang sampai terjadi sepsis
2.      Kehamilan ektopik
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu :
pengobatan konservatif,Pada yaitu bila kehamilan ektopik terganggu telah lama berlangsung (4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang, Ini merupakan indikasi operasi.
b.      Perdarahan kehamilan lanjutan
1.      Plasenta Previa
Pada ibu dapat terjadi perdarahan hingga syok akibat perdarahan, anemia karena perdarahan. Plasentitis, dan endometritis pasca persalinan. Pad janin biasanya terjadi persalinan premature dan komplikasinya seperti asfiksia berat.
2.      Solusio plasenta
1.      Langsung (immediate)
• Perdarahan
• Infeksi
• emboli dan syok abtetric.
c.       Tidak langsung (delayed)
·         couvelair uterus, sehinga kontraksi tak baik, menyebabkan perdarahan post partum
·         hipofibrinogenamia dengan perdarahan post partum.
·         nikrosis korteks neralis, menyebabkan anuria dan uremi
·         kerusakan-kerusakan organ seperti hati, hipofisis.
d.      Tergantung luas plasenta yang terlepas dan lamanya solusio plasenta
berlangsung. Komplikasi pada ibu ialah perdarahan, koalugopati konsumtif
(kadar fibrinogen kurang dari 150 mg % dan produk degradasi fibrin meningkat), oliguria, gagal ginjal, gawat janin, kelemahan janin dan apopleksia utero plasenta (uterus couvelar). Bila janin dapat diselamatkan, dapat terjadi komplikasi asfiksia, berat badan lahir rendah da sindrom gagal nafas.












B.     ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien. Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :
Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat
Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang
Riwayat kesehatan , yang terdiri atas :
1)      Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
2)      Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
3)      Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang  pernah dialami oleh klien misalnya DM , jantung , hipertensi , masalah ginekologi/urinary , penyakit endokrin , dan penyakit-penyakit lainnya.
4)      Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
5)      Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya
6)      Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
7)      Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluahn yang menyertainya
8)      Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya.
Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.

Pemeriksaan fisik
1)      Keadaan umum
Kesadaran : composmetis s/d coma
Postur tubuh : biasanya gemuk
Cara berjalan : biasanya lambat dan tergesa-gesa
Raut wajah : biasanya pucat
2)      Tanda-tanda vital
Tensi : normal sampai turun (syok) (<>
Nadi : normal sampai meningkat (> 90x/menit)
Suhu : normal / meningkat (> 37o c)
RR : normal / meningkat (> 24x/menit)
3)      Pemeriksaan cepalo caudal
a)      Kepala : kulit kepala biasanya normal / tidak mudah mengelupas rambut biasanya rontok / tidak rontok
b)      Muka : biasanya pucat, tidak oedema ada cloasma
c)      Hidung : biasanya ada pernafasan cuping hidung
d)     Mata : conjunctiva anemis
e)      Dada : bentuk dada normal, RR meningkat, nafas cepat da dangkal, hiperpegmentasi aerola.
f)       Abdomen
Inspeksi : perut besar (buncit), terlihat etrio pada area perut, terlihat linea alba dan ligra
Palpasi rahim keras, fundus uteri naik
Auskultasi : tidak terdengar DJJ, tidak terdengar gerakan janin.
4)         Genetalia
Hiperpregmentasi pada vagina, vagina berdarah / keluar darah yang merah kehitaman, terdapat farises pada kedua paha / femur.
5)         ekstimitas
Akral dingin, tonus otot menurun.

C.    Diagnosa Keperawatan
  1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan ditandai dengan conjungtiva anemis , acral dingin , Hb turun , muka pucat & lemas
  2. Resiko tinggi terjadinya letal distress berhubungan dengan perfusi darah ke plasenta berkurang .
  3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus di tandai terjadi distress / pengerasan uterus , nyeri tekan uterus .
  4. Gangguan psikologi ( cemas ) berhubungan dengan keadaan yang dialami .
  5.  Potensial terjadinya hypovolemik syok berhubungan dengan perdarahan .
  6.  Kurang pengetahuan klien tentang keadaan patologi yang dialaminya berhubungan dengan kurangnya informasi .
D.    Intervensi
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan ditandai dengan conjunctiva anemis, acrar dingin, Hb turun, muka pucat, lemas.
Tujuan : suplai / kebutuhan darah kejaringan terpenuhi
Kriteria hasil: Conjunctiva tida anemis, acral hangat, Hb normal muka tidak pucat, tida lemas.
·         Intervensi:
1.      Bina hubungan saling percaya dengan pasien
Rasional : pasien percaya tindakan yang dilakukan
2.      Jelaskan penyebab terjadi perdarahan
Rasional : pasien paham tentang kondisi yang dialami
3.      Monitor tanda-tanda vital
Rasional : tensi, nadiyang rendah, RR dan suhu tubuh yang tinggi menunjukkan gangguan sirkulasi darah.
4.      Kaji tingkat perdarahan setiap 15 – 30 menit
Rasional : mengantisipasi terjadinya syok
5.      Catat intake dan output
Rasional : produsi urin yang kurang dari 30 ml/jam menunjukkan penurunan fungsi ginjal.
6.      Kolaborasi pemberian cairan infus isotonik
Rasional : cairan infus isotonik dapat mengganti volume darah yang hilang akiba perdarahan.
7.      Kolaborasi pemberian tranfusi darah bila Hb rendah
Rasional : tranfusi darah mengganti komponen darah yang hilang akibat perdarahan.

·         Resiko tinggi terjadinya fetal distres berhubungan dengan perfusi darah ke placenta berkurang.
Tujuan : tidak terjadi fetal distress
Kriteria hasil : DJJ normal / terdengar, bisa berkoordinasi, adanya pergerakan bayi, bayi lahir selamat.
Intervensi:
1.      Jelaskan resiko terjadinya dister janin / kematian janin pada ibu
Rasional : kooperatif pada tindakan
2.      Hindari tidur terlentang dan anjurkan tidur ke posisi kiri
Rasional : tekanan uterus pada vena cava aliran darah kejantung menurun sehingga terjadi perfusi jaringan.
3.      Observasi tekanan darah dan nadi klien
Rasional : penurunan dan peningkatan denyut nadi terjadi pad sindroma vena cava sehingga klien harus di monitor secara teliti.
4.      Oservasi perubahan frekuensi dan pola DJ janin
Rasional : penurunan frekuensi plasenta mengurangi kadar oksigen dalam janin sehingga menyebabkan perubahan frekuensi jantung janin.
5.      Berikan O2 10 – 12 liter dengan masker jika terjadi tanda-tanda fetal distress
Rasional : meningkat oksigen pada janin
·         Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kontraksi uteres ditandai terjadi distrensi uterus, nyeri tekan uterus.
Tujuan : klien dapat beradaptasi dengan nyeri
Kriteria hasil : Klien dapat melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri dan klien kooperatif dengan tindakan yang dilakukan.
Intervensi:
1.       Jelaskan penyebab nyeri pada klien
Rasional : dengan mengetahui penyebab nyeri, klien kooperatif terhadap tindakan
2.      Kaji tingkat
Rasional : menentukan tindakan keperawatan selanjutnya.
3.       Bantu dan ajarkan tindakan untuk mengurangi rasa nyeri.
Tarik nafas panjang (dalam) melalui hidung dan meng-hembuskan pelan-pelan melalui mulut.
Rasional : dapat mengalihkan perhatian klien pada nyeri yang dirasakan.
Memberikan posisi yang nyaman (miring kekiri / kanan)
Rasional : posisi miring mencegah penekanan pada vena cava.
Berikan masage pada perut dan penekanan pada punggung
Rasional : memberi dukungan mental.
4.      Libatkan suami dan keluarga
Rasional : memberi dukungan mental
·         Gangguan psikologis (cemas) berhubungan dengan keadaan yang dialami
Tujuan : klien tidak cemas dan dapat mengerti tentang keadaannya.
Kriteria hasil : penderita tidak cemas, penderita tenang, klie tidak gelisah.


Intervensi:
1.      Anjurkan klilen untuk mengemukakan hal-hal yang dicemaskan.
Rasional : dengan mengungkapkan perasaannyaaka mengurangi beban pikiran.
2.      Ajak klien mendengarkan denyut jantung janin
Rasional : mengurangi kecemasan klien tentag kondisi janin.
3.      Beri penjelasan tentang kondisi janin
Rasional : mengurangi kecemasan tentang kondisi / keadaan janin.
4.      Beri informasi tentang kondisi klien
Rasional : mengembalikan kepercayaan dan klien.
5.      Anjurkan untuk manghadirkan orang-orang terdekat
Rasional : dapat memberi rasa aman dan nyaman bagi klien
6.      Anjurkan klien untuk berdo’a kepada tuhan
Rasional : dapat meningkatkan keyakinan kepada Tuhan tentang kondisi yang dilami.
7.      Menjelaskan tujuan dan tindakan yang akan diberikan
Rasional : penderita kooperatif.
·         Potensial terjadinya hypovolemik syok berhubungan dengan perdarahan
Tujuan : syok hipovolemik tidak terjadi
Kriteria hasil : *Perdarahan berkurang, Tanda-tanda vital normal, Kesadaran kompos mentis
Intervensi:
1.      Kaji perdarahan setiap 15 – 30 menit
Rasional : mengetahui adanya gejala syok sedini mungkin.
2.      monitor tekanan darah, nadi, pernafasan setiap 15 menit, bila normal observasi dilakukan setiap 30 menit.
Rasional : mengetahui keadaan pasien
3.      Awasi adanya tanda-tanda syok, pucat, menguap terus keringat dingin, kepala pusing.
Rasional : menentkan intervensi selanjutnya dan mencegah syok sedini mungkin
4.      Kaji konsistensi abdomen dan tinggi fundur uteri.
Rasional : mengetahui perdarahan yang tersembunyi
5.      Catat intake dan output
Rasional : produksi urine yang kurang dari 30 ml/jam merupakan penurunan fungsi ginjal.
6.      Berikan cairan sesuai dengan program terapi
Rasional : mempertahanka volume cairan sehingga sirkulasi bisa adekuat dan sebagian persiapan bila diperlukan transfusi darah.
7.      Pemeriksaan laboratorium hematkrit dan hemoglobin
Rasional : menentukan intervensi selanjutnya
·         Kurangnya pengetahuan klien tentang keadaan patologi yang dialaminya berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan : penderita dapat mengerti tentang penyakitnya.
Kriteria hasil : dapat menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan penyakitnya.
Intervensi:
1.      Kaji tingkat pengetahuan penderita tentang keadaanya
Rasional : menentukan intervensi keperawatan selanjutnya.
2.      Berikan penjelasan tentang kehamilan dan tindakan yang akan dilakukan.
a. Pengetahua tentang perdarahan antepartum.
b. Penyebab
c. Tanda dan gejala
d. Akibat perdarahan terhadap ibu dan janin
e. Tindakan yang mungkin dilakukan
Rasional : penderita mengerti dan menerima keadaannya serta pederita menjadi kooperatif.


BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Di tinjau dari segi Kesehatan yaitu perdarahan selama kehamilan, maka
banyak faktor yang menyebabkan pengurangan pemberdayaan wanita. Dan telahbanyak pula hal-hal yang diberikan dalam cara-cara penanggulangannya di tinjaupula dari segi kesehatan sehingga keberdayaan wanita itu dapat puladitingkatkan dibelakang hari. Terutama pada generasi wanita yang akan datang.Sebab dari sekian banyak kendala telah pula diberikan beberapa caraantisipasinya, sehingga betul-betul keberdayaan wanita itu akan bertambahditinjau dari satu segi kesehatan yang begitu komplex.Kematian ibu selama kehamilan ada tiga hal pokok yaitu, perdarahanselama kehamilan, pereklamsi,eklamsi dan infeksi. Tetapi yang kamiketengahkan, baru kematian ibu akibat perdarahan selama kehamilan danpenanggulangannya, untuk meningkatkan keberdayaan seorang wanita.Diantaranya adalah abortus, mola hidatidosa, kehamilan ektopik yang terganggu,menstruasi dan kehamilan normal, kelainan lokal pada vagina dan servik sepertivarises, perlukaan, erosi, polip dan keganasan, partus prematus, solusioplasenta, inkopetensi servik, perdarahan ante partum seperti plasenta previa, danlain-lain.Untuk meningkatkan pemberdayaan wanita maka diharapkan setiap wanita yang mengalami perdarahan pervagina selama kehamilan seyogyanyaharus memeriksakan diri ke dokter spesialis, untuk selanjutnya dapat ditangani
olehnya begitupun bagi wanita sendiri (penderita), perlu mengetahui hari
pertama haid terakhir, gejala dan tanda kehamilan, riwayat obstetri teruahulu,riwayat ginekologi seperti servisitis atau operasi, riwayat Keluarga Berencana,perdarahan kwalitas dan kwantitasnya dan lain-lain. Juga disamping itu perludiketahui pemeriksaan penunjang seperti vaginal smear, USG, Test kehamilan,pemeriksaan hemoglobin, pemerisaan inkomtabiliti rhesus dan sistem ABC danlain-lain. Dengan demikian kita dapat yakin bahwa kesetaraan dengan pria ini, akan dapat terwujud ditinjau dari segi kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

Fraser&Cooper.2009.Buku Ajar Bidan Myles.Jakarta : EGC
Maulana, Mirza.2008.Penyakit Kehamilan dan Pengobatannya.Yogyakarta : Katahati
Wiknjosastro, Hanifa.2007.Ilmu Kebidanan.Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar